Education Story
Kamis, 04 Juni 2020
Islam Normatif dan Historis, Pengertian, Pendekatan.
A.Pengertian Islam Normatif
Normatif, dalam bahasa inggris “Norma” yang artinya norma, ajaran, atau acuan. Kata norma dalam Bahasa Indonesia berarti ukuran untuk menentukan sesuatu. Islam Normatif adalah Islam sebagai wahyu, Islam yang diwahyukan pada Nabi Muhammad SAW untuk kedamaian dunia dan akhirat.
Islam Normatif adalah Islam yang benar, yaitu yang bersumber dari firman Allah SWT. Islam dikatakan benar adalah Islam yang bersumber pada Al-Quran dan As-Sunnah (Hadits). Islam Normatif adalah Islam berdimensi sakral yang bersifat mutlak dan universal, melebihi ruang dan waktu yang disebut dengan realitas keTuhanan. Bisa dikatakan, Islam Normatif memiliki tingkat mutlak. Berbentuk aspek tekstual Islam, yaitu Al-Quran dan dan Hadits yang absolut. Islam Normatif meliputi setiap ruang dan waktu dan akan tetap menjadi ideal. Islam Normatif memiliki berbagai tradisi kajian, yaitu : Telologi, Tafsir, Tasawuf, Filsafat, Fiqh.[1]
1. Tafsir : tradisi penjelasan dan pemaknaan kitab suci
2. Teologi : tradisi pemikiran tentang persoalan ketuhanan
3. Fiqh : tradisi pemikiran dalam bidang yurisprudensi (tata hukum)
4. Tasawuf : tradisi pemikiran dan laku dalam pendekatan diri pada Tuhan
5. Filsafat : tradisi pemikiran dalam bidang hakikat kenyataan, kebenaran dan kebaikan.[2]
B. Pengertian Islam Historis
Historis dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia bermakna sejarah, kejadian yang ada hubunganya dengan masa lampau. Islam Historis adalah Islam yang dianut dan yang dipraktekkan kaum muslim di seluruh dunia, mulai dari masa Rasulullah hingga saat ini. Islam yang benar adalah Islam yang berpanutan Al-Qur’an dan Al-Hadist. Jika Islam yang benar, yaitu diajarkan Nabi Muhammad SAW disebut dengan Islam Normatif, maka Islam yang senyatanya ada di kalangan masyarakat inillah yang disebut Islam Historis. Jadi Islam Historis adalah Islam bersejarah atau yang terkait karena ruang dan waktu. Karena itu Islam Historis adalah Islam yang sebenarnya terjadi, yang diamalkan manusia atau masyarakat, terkait dengan konteks ruang dan waktu, kapan dan dimana suatu ajaran Islam diamalkan oleh suatu umat.
Keanekaragaman Islam di kalangan masyarakat ini terjadi karena berbagai macam kondisi, yaitu terkait ruang dan waktu, dimana dan kapan Islam pelajari lalu diamalkan oleh masyarakat. Islam Historis muncul juga karena suatu pemahaman, yaitu pemahaman setiap individu dalam masyarakat tentang kajian Islam secara menyeluruh inilah yang disebut dengan hasil pemikiran Islam. Oleh karena itu, suatu pemahaman setiap individu tentang Islam, sekecil apapun itu, saat Islam yang mutlak telah masuk ke pikiran manusia, pemahaman inilah yang dimaksud dengan Islam Historis[3].
Dalam pemahaman kajian islam historis, tidak ada konsep atau hukum islam yang bersifat tetap semua bisa berubah sesuai dengan kondisi. Kaum historis memiliki pemahaman tentang hukum islam yang mana hukum islam itu adalah produk dari pemikiran ulama yang muncul karena konstruk social tertentu. Dalam kajian islam historis ditekankan aspek relitivitas pemahaman keagamaan.
1. Antropologi agama : disiplin yang mempelajari tingkah laku manusia beragama dalam hubungannya dengan kebudayaan,
2. Sosiologi agama : disiplin yang mempelajari sistem relasi sosial masyarakat dalam hubungannya dengan agama.
3. Psikologi agama : disiplin yang mempelajari aspek-aspek kejiwaan manusia dalam hubungannya dengan agama.[4]
C. Pendekatan Islam Normatif
Pendekatan islam normatif dalam memahami agama secara harfiah dapat diartikan sebagai upaya memahami agama dengan menggunakan kerangka Ilmu ketuhanan yang bertolak dari suatu keyakinan bahwa wujud empirik dari suatu keagamaan dianggap sebagai yang paling benar dibandingkan dengan yang lain.[5] Selain itu, pendekatan normatif juga merupakan suatu pendekatan yang memandang agama dari segi ajarannya yang pokok dan asli dari tuhan yang di dalamnya belum terdapat penalaran manusia.
Dalam pendekatan teologis ini dilihat sebagai suatu kebenaran mutlak dari tuhan, tidak ada kekurangan sedikit pun dan tampak bersikap ideal. Dalam kaitan ini agama tampil sangat prima dengan seperangkat cirinya yang khas. Untuk agama misalnya, secara normatif pasti benar, menjujung nilai- nilai luhur. Untuk bidang sosial, agama tampil menawarkan nilai- nilai kemanusiaan, kebersamaan, kesetiakawanan, tolong menolong, tenggang rasa, persamaan derajat dan sebagainya. Untuk bidang ekonomi agama tampil menawarkan keadilan, kebersamaan, kejujuran, dan saling menguntungkan. Untuk bidang pengetahuan, agama tampil mendorong pemeluknya agar memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi yang setinggi-tingginya, menguasai keterampilan, keahlian dan sebagainya. Demikian pula untuk kesehatan, lingkungan hidup, kebudayaan, politik, dan sebagainya agama tampil sangat ideal dan yang dibangu berdasarkan dalil-dalil yang terdapat dalam ajaran agama yang bersangkutan[6]
Salah satu ciri pendekatan teologis dalam memahami agama adalah menggunakan cara berpikir dedukatif, yaitu , cara pikir yang berawal dari keyakinan yang diyakini benar dan mutlak adanya, kaarena ajaran yang berasal dari tuhan sudah pasti benar. Sehingga, tidak perlu dipertanyakan kemabli, melainkan dari keyakinan yang selanjutnya di perkuat dengan dalil- dalil argumentasi. Pendekatan teologis tersebut menunjukkan adanya kekurangan yaitu bersifat eksklusif, dogmatis, tidak mau mengakui kebenaran agama lain, dan sebagainya. Namun, kekurangan tersebut dapat diatasi dengan cara melengkapi dengan cara sosiologis.[7]
Pendekatan teologis normatif mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya adalah melalui pendekatan teologis normatif, seseorang memiliki sikap militansi dalam beragama, yaitu berpegang teguh pada keyakinannya sebagai yang benar tanpa memandang dan meremehkan agama lainnya. Sedangkan kekurangannya adalah bersifat eksklusif-dogmatis, tidak mengakui agama lain dan sebagainya. Sikap eksklusifisme teologis dalam memandang perbedaan dan pluralitas agama sebagaimana tersebut di atas merugikan diri sendiri dan yang lain, karena sikap yang semacam ini mempersempit bagi masuknya kebenaran baru yang bisa membuat hidup lebih lapang dan lebih kaya akan nuansa.
Untuk itulah, umat islam seharusnya memahami islam tidak hanya menggunakan pendekatan teologis normatif saja, tetapi juga dengan menggunakan pendekatan- pendekatan yang lain, seperti pendekatan sosiologi, antropologi, filsafat, sejarah dan lain sebagainya.[8]
D.Pendekatan Islam Historis
Salah satu pendekatan yang digunakan untuk memahami gejala sosial keagamaan ialah pendekatan sejarah. Pendekatan ini cukup populer di kalangan para ahli di lingkungan Departemen Agama. Pendekatan ini mengansumsikan bahwa realitas sosial yang terjadi sekarang ini sebenarnya merupakan hasil proses sejarah yang terjadi sejak beberapa tahun, ratus tahun, bahkan ribuan tahun yang lalu.
Pendekatan sejarah secara lebih teknis perlu dibedakan dengan penelitian sejarah. Penelitian sejarah tiada lain ialah upaya melakukan rekonstruksi terhadap fenomena masa lampau baik gejala keagamaan yang terkait dengan masalah politik, sosial, ekonomi dan budaya. Misalnya: bagaimana peran pesantren dan kiyai dalam melakukan perlawanan terhadap tentara Belanda dalam Agresi Militer kedua (tahun 1948).[9]
Pendekatan historis adalah pendekatan agama melalui ilmu sejarah. Munurut ilmu ini, segala peristiwa dapat dilacak dengan melihat kapan peritiwa itu terjadi, dimana, apa sebabnya, dan siapa yang terlibat dalam peristiwa tersebut. Melalui pendekatan ini, seseorang di ajak menukik dari alam ide-alis ke alam yang bersifat empiris dan mendunia.
Pendekatan historis tergantung kepada dua macam data, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari sumber primer, yaitu si peneliti atau penulis secara langsung melakukan observasi atau penyaksian kejadia- kejadian yang dituliskan. Sedangkan data sekunder, diperoleh dari data sekunder yaitu peneliti melakukan penelitian melakukan penelitian dari hasil observasi orang lain yang satu kali (atau lebih) telah lepas dari kejadian aslinya. Di antara kedua kejadian tersebut, sumber-sumber primer dipandang memiliki otoritas sebagi bukti tangan pertama diberi prioritas dalam mengumpulkan data. Walupun pendekatan historis mirip dengan penelaahan kepustakaan yang mendahului bentuk- bentuk rancangan lain, namun pendekatan historis lebuh tuntas mencari informasi dari sumber yang luas.[10]
Kuntowijoyo telah melakukan studi yang mendalam terhadap agama yang dalam hal ini islam, menurut pendekatan sejarah. Ketika ia mempelajari al-qur’an, ia sampai pada satu kesimpulan bahwa pada dasarnyakandungan al-qur’an itu terbagi menjadi dua bagian. Bagian pertama, berisi konsep-konsep dan bagian yang kedua, berisi kisah-kisah sejarah dan perumpamaan.
Dalam bagian pertama berisi konsep-konsep, kita mendapati banyak sekali istilah alqur’an yang merujuk kepada pengertian- pengertian normatif yang khusus, doktrin-doktrin etik, aturan-aturan legal, dan ajaran- ajaran keagamaan pada umumnya. Istilah- istilah atau singkatnya pernyataan-pernyataan itu mungkin diangkat dari konsep- konsep yang telah di kenal oleh masyarakat Arab pada waktu Alqur’an diturunkan atau bisa jadi merupakan istilah- istilah baru yang di bentuk untuk mendukung adanya konsep-konsep regilius yang ingin di perkenalkannya. Yang jelas, istilah- istilah itu kemudian diintegrasi ke dalam pandangan dunia Alquran, dan dengan demikian lalu menjadi konsep-konsep yang otentik.[11]
Ilmu sejarah mengamati proses terjadinya perilaku manusia. Sistematisasi langkah- langkah pendekatan/metode sejarah sebagai berikut:
1.Pengumpulan obyek yang berasal dari suatu zaman dan pengumpulan bahan- bahan tertulis dan lisan yang relevan (heuristik)
2.Menyingkirkan bahan-bahan ( atau bagian-bagian dari padanya ) yang tidak ontentik ( kritik atau verifikasi ).
3.Menyimpulkan kesaksian yang dapat dipercaya berdasarkan bahan-bahan yang otentik (aufassung atau interprestasi)
4.Penyusunan kesaksian yang dapat dipercaya berdasarkan kisah atau penyajian yang berarti.[12]
Melalui pendekatan sejarah ini seseorang diajak untuk memasuki keadaan yang sebenarnya berkenaan dengan penerapan suatu peristiwa. Dari sini, maka seseorang tidak akan memahami agama keluar dari konteks historisnya, karena pemahaman demikian itu akan menyesatkan orang yang memahaminya. Seseorang yang ingin memahami Alquran secara benar misalanya, yang bersangkutan harus mempelajari sejarah turunnya Alquran atau kejadian- kejadian yang mengiringi turunnya Alquran yang selanjutnya di sebut sebagai Ilmu Asbab al-Nuzul ( ilmu tentang sebab- sebab turunnya ayat al-quran) yang pada intinya berisi sejarah turunnya Alquran. Dengan ilmu asbabun nuzul ini seseorang akan dapat mengetahui hikmah yang terkandung dalam suatu ayat yang berkenaan dengan hukum tertentu dan ditujuk untuk untuk memelihara syariat dari kekeliruan memahaminya.[13]
Sejarah memang berhubungan dengan peristiwa- peristiwa masa lalu, namun peristiwa masa lalu tersebut hanya berarti dapat dipahami dari sudut tinjauaan masa kini, dan ahli sejarah dapat benar-benar memahami peritiwa dan kejadian masa kini hanya dengan petunjuk- petujuk dari peristiwa dan kejadian dari masa lalu tersebut. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dengan mempelajari masa lalu, orang dapat memahami masa kininya, dan dengan memahami dan menyadari keadaan masa kini, maka orang dapat menggambarkan masa depannya. Itilah yang di maksud dengan perspekutif sejarah. Di dalam studi islam, permasalahan atau seluk-beluk dari ajaran agama islam dan pelaksanaan serta perkembangannya dapat ditinjau dan dianalisis dalam kerangka perspektif kesejarahan yang demikian itu.[14]
E. Pengelompokan Islam Normatif dan Historis
Pengelompokkan Islam normatif dan Islam historis menurut Nasr Hamid Abu Zaid mengelompokkan menjadi tiga wilayah (domain). Pertama, wilayah teks asli Islam (the original text of Islam), yaitu Al-qur’an dan sunnah nabi Muhammad yang otentik.
Kedua, pemikiran Islam merupakan ragam menafsirkan terhadap teks asli Islam (Al-qur’an dan sunnah nabi Muhammad SAW). Dapat pula disebut hasil ijtihad terhadap teks asli Islam,seperti tafsir dan fikih. Secara rasional ijtihad dibenarkan, sebab ketentuan yang terdapat di dalam al-Qur’an dan al-Sunnah itu tidak semua terinci, bahkan sebagian masih bersifat global yang membutuhkan penjabaran lebih lanjut. Di samping permasalahan kehidupan selalu berkembang terus, sedangkan secara tegas permasalahan yang timbul itu belum/tidak disinggung. Karena itulah diperbolehkan berijtihad, meski masih harus tetap bersandar kepada kedua sumber utamanya dan sejauh dapat memenuhi persyaratan. Dalam kelompok ini dapat di temukan empat pokok cabang : (1) hukum/ fikih,(2) teologi,(3) filsafat, (4) tasawuf. Hasil ijtihad dalam bidang hukum muncul dalam bentuk : (1) fikih, (2) fatwa, (3) yurisprudensi (kumpulan putusan hakim), (4) kodikfikkasi/unifikasi, yang muncul dalam bentuk Undang- Undang dan komplikasi. Ketiga, praktek yang dilakukan kaum muslim. Praktek ini muncul dalam berbagai macam dan bentuk sesuai dengan latar belakang sosial (konteks). Contohnya : praktek sholat muslim di Pakistan yang tidak meletakkan tangan di dada. Contohnya lainnya praktek duduk miring ketika tahiyat akhir bagi muslim Indonesia, sementara muslim di tempat/ negara lain tidak melakukannya.
Sementara Abdullah Saeid menyebut tiga tingkatan pula, tetapi dengan formulasi yang berbeda sebagai berikut : Tingkatan pertama , adalah nilai pokok/dasar/asas, kepercayaan, ideal dan institusi-institusi. Tingkatan kedua adalah penafsiran terhadap nilai dasar tersebut, agar nilai-nilai dasar tersebut dapat dilaksanakan/dipraktekkan. Tingkatan ketiga manifestasi atau pratek berdasarkan pada nilai-nilai dasar tersebut yang berbeda antara satu negara dengan negara lain, bahkan antara satu wilayah dengan wilayah lain. Perbedaan tejadi karena perbedaan penafsiran dan perbedaan konteks dan budaya. Pada level teks, sebagaimana telah ditulis sebelumnya, Islam didefinisikan sebagai wahyu.
Pada dataran ini, Islam identik dengan nash wahyu atau teks yang ada dalam al-Qur’an dan sunnah nabi Muhammad. Pada masa pewahyuannya memakan waktu kurang lebih 23 tahun. Pada teks ini Islam adalah nash yang menurut hemat penulis, sesuai dengan pendapat sejumlah ilmuwan (ulama) dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni:
1. Nash prinsip atau normatif-universal, dan
2. Nash praktis-temporal
Nash kelompok pertama, nash prinsip atau normatif-universal, merupakan prinsip-prinsip yang dalam aplikasinya sebagian telah diformatkan dalam bentuk nash praktis di masa pewahyuan ketika nabi masih hidup.
Adapun nash praktis-temporal, sebagian ilmuwan menyebutnya nash konstektual, adalah nash yang turun (diwahyukan) untuk menjawab secara langsung (respon) terhadap persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakat muslim Arab ketika pewahyuan. Pada kelompok ini pula Islam dapat menjadi fenomena sosial atau Islam aplikatif atau Islam praktis.
Dengan penjelasan di atas tadi dapat ditegaskan, syari’ah sebagai the original text mempunyai karakter mutlak dan absolut, tidak berubah-ubah. Sementara fiqh sebagai hasil pemahaman terhadap the original text mempunyai sifat nisbi/relatif/zanni, dapat berubah sesuai dengan perubahan konteks;konteks zaman; konteks sosial; konteks tempat dan konteks lain-lain.
Sementara dengan menggunakan teori Islam pada level teori dan Islam pada level praktek dapat dijelaskan demikian. Untuk menjelaskan posisi syari’at pada level praktek perlu dianalogkan dengan posisi nash, baik al-Qur’an maupun sunnah nabi Muhammad SAW.Dapat disebutkan bahwa pada prinsipnya nash tersebut merupakan respon terhadap masalah yang dihadapi masyarakat arab di masa pewahyuan. Kira-kira demikianlah posisi Islam yang kita formatkan sekarang untuk merespon persoalan yang kita hadapi kini dan di sini. Perbedaan antara nash dan format yang kita rumuskan adalah, bahwa nash diwahyukan pada nabi Muhammad, sementara format yang kita rumuskan sekarang adalah format yang dilandaskan pada nash tersebut. Hal ini harus kita lakukan, sebab persoalan selalu berkembang dan berjalan maju, sementara wahyu sudah berhenti dengan meninggalnya nabi Muhammad SAW.[15]
Komentar
Postingan populer dari blog ini
MACAM-MACAM METODOLOGI MEMAHAMI ISLAM, TAFSIR, HADIST, FILSAFAT, TASAWUF DAN PARA AHLI
Januari 06, 2018
A.Metodologi Ulumul Tafsir Tafsirberasal dari bahasa Arab, fasara, yafsiru, fasran yang berarti menerangkannya.[1]Selain itu tafsir dapat pula berarti al-idlah wa al-tabyin, yaitu penjelasan dan keterangan. a.Pengertian tafsir menurut pakar Alquran: §Al-jurjani mengatakan bahwa tafsir ialah menjelaskan makna ayat-ayat Alquran dari berbagai seginya, baik konteks historisnya maupun sebab al-nuzulnya, dengan menggunakan ungkapan atau keterangan yang dapat menunjuk kepada makna yang dikehendaki secara terang dan jelas. §Imam Al-Zarqani mengatakan bahwa tafsir adalah ilmu yang membahas kandungan Alquran baik dari segi pemahaman makna atau arti sesuai dikehendaki Allah, menurut kadar kesanggupan manusia. §Abu Hayan, sebagaiman dikutip Al-Auyuthi, mengatakan bahwa tafsir adalah ilmu yang di dalamnya pembahasan mengenai cara mengucapkan lafal-lafal Alquran disertai makna serta hukum-hukum yang terkandung di dalamnya. §Az-Zarkasyi mengatakan bahwa tafsir adalah ilmu yang fungsinya untuk mengetahui k…
BACA SELENGKAPNYA
SUMBER DAN KARAKTERISTIK AJARAN ISLAM
Januari 06, 2018
A.Ajaran Agama IslamSumber Ajaran Islam terdapat dalam pembahasan : 1.Al-Qur’an Berikurt ini beberapa pendapat mengenai pengertian Al-Qur’an: a.Kata benda (mashdar) dari kata kerja (fi’il) yang berarti membaca/bacaan. Al-Qur’an dari kata qarana yang berarti menggabungkan. Dan adapun pendapat lain menyatakan kata Al -Qur’an dari kata al-qar’u yang berarti himpunan. b.Al-Qur’an merupakan nama diri yang diberikan oleh Allah kepada kitab suci yang diturunkan kepada Muhammada SAW. c.Al-Qur’an adalah kalam Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi dan Rasul terakhir melalui malaikat Jibril yang tertulis dalam mushaf dan disampaikan kepada kita dengan jalan tawatur (mutawatir). d.Al-Qur’an adalah kalam yang mengandung mu’ji zat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, tertulis didalam mushaf, dinukilkan dengan cara mutawatir, dan membacanya adalah ibadah. e.Al-Qur’an adalah kitab suci umat yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW. Dari beberapa defennisi al-Qur’an diatas, menunjukan sifat-sifatal-…
Selasa, 07 April 2020
Analisis Jaringan Sosial
Analisis jaringan social
Diagram Jaringan Sosial
Sebuah contoh dari diagram jaringan sosial. Node dengan sentralitas betweenness tertinggi ditandai dengan warna kuning.
Analisis jaringan sosial (terkait dengan teori jaringan) telah muncul sebagai teknik utama dalam sosiologi modern. Hal ini juga mendapatkan pengikut yang signifikan dalam antropologi, biologi, studi komunikasi, ekonomi, geografi, ilmu informasi, studi organisasi, psikologi sosial, dan sosiolinguistik, dan telah menjadi topik yang populer spekulasi dan belajar.
Orang-orang telah menggunakan ide dari "jaringan sosial" longgar selama lebih dari satu abad untuk berarti set kompleks dari hubungan antara anggota sistem sosial di semua skala, dari interpersonal untuk internasional. Pada tahun 1954, JA Barnes mulai menggunakan istilah sistematis untuk menunjukkan pola-pola hubungan, meliputi konsep-konsep tradisional digunakan oleh masyarakat dan yang digunakan oleh para ilmuwan sosial: kelompok dibatasi (misalnya, suku, keluarga) dan kategori sosial (misalnya, jenis kelamin, etnisitas). Cendekiawan seperti S.D.Berkowitz, Stephen Borgatti, Ronald Burt, Kathleen Carley, Martin Everett, Katherine Faust, Linton Freeman, Mark Granovetter, David Knoke, David Krackhardt, Peter Marsden, Nicholas Mullins, Anatol Rapoport, Stanley Wasserman, Barry Wellman, Douglas R. White, dan Harrison White memperluas penggunaan analisis jaringan sistematik sosial.
Analisis jaringan sosial kini telah pindah dari menjadi metafora sugestif ke pendekatan analitis untuk paradigma, dengan pernyataan sendiri teoritis, metode, perangkat lunak analisis jaringan sosial, dan peneliti. Analis alasan dari keseluruhan ke bagian, dari struktur hubungannya dengan individu, dari perilaku sikap. Mereka biasanya baik mempelajari jaringan keseluruhan (juga dikenal sebagai jaringan lengkap), semua ikatan yang mengandung hubungan ditentukan dalam populasi tertentu, atau jaringan pribadi (juga dikenal sebagai jaringan egosentris), ikatan yang telah orang-orang tertentu, seperti "komunitas pribadi mereka "Dalam kasus terakhir., ikatan dikatakan untuk pergi dari ego, yang aktor fokal yang sedang dianalisis, untuk mengubah mereka. Perbedaan antara jaringan seluruh / lengkap dan jaringan pribadi / egosentris telah sangat bergantung pada bagaimana analis mampu mengumpulkan data. Artinya, untuk kelompok seperti perusahaan, sekolah, atau masyarakat keanggotaan, analis diharapkan untuk memiliki informasi lengkap tentang yang berada di jaringan, semua peserta yang baik ego potensial dan mengubah. Studi Pribadi / egosentris yang biasanya dilakukan ketika identitas ego yang dikenal, tetapi tidak mengubah mereka. Studi ini bergantung pada ego untuk memberikan informasi tentang identitas dari mengubah dan tidak ada harapan bahwa berbagai ego atau set mengubah akan terikat satu sama lain. Sebuah jaringan bola salju mengacu pada gagasan bahwa mengubah diidentifikasi dalam survei egosentris kemudian menjadi ego sendiri dan pada gilirannya mampu untuk mencalonkan mengubah tambahan.Sementara ada batas logistik parah melakukan studi bola salju jaringan, sebuah metode untuk memeriksa jaringan hibrida baru-baru ini telah dikembangkan di mana ego dalam jaringan yang lengkap dapat mengusulkan mengubah dinyatakan tidak terdaftar yang kemudian tersedia untuk semua ego berikutnya untuk melihat. Hybrid jaringan mungkin berharga untuk memeriksa jaringan seluruh / lengkap yang diharapkan untuk menyertakan pemain penting di luar mereka yang secara resmi diidentifikasi. Sebagai contoh, karyawan perusahaan sering bekerja dengan non-perusahaan konsultan yang mungkin menjadi bagian dari jaringan yang tidak dapat sepenuhnya didefinisikan sebelum pengumpulan data.
Beberapa analisis kecenderungan membedakan analisis jaringan sosial:
Tidak ada asumsi bahwa kelompok-kelompok adalah blok bangunan masyarakat: pendekatan terbuka untuk mempelajari kurang dibatasi sistem sosial, dari masyarakat nonlokal untuk link antara website.
Daripada mengobati individu (orang, organisasi, negara) sebagai unit diskrit analisis, berfokus pada bagaimana struktur hubungan individu dan mempengaruhi hubungan mereka.
Berbeda dengan analisis yang menganggap bahwa sosialisasi ke norma-norma menentukan perilaku, analisis jaringan terlihat untuk melihat sejauh mana struktur dan komposisi hubungan mempengaruhi norma-norma.
Bentuk jaringan sosial membantu menentukan kegunaan jaringan untuk individu tersebut. Lebih kecil, jaringan yang lebih ketat bisa kurang berguna untuk anggota mereka daripada jaringan dengan banyak koneksi longgar (ikatan lemah) untuk individu di luar jaringan utama. Jaringan yang lebih terbuka, dengan ikatan lemah banyak dan hubungan sosial, lebih cenderung untuk memperkenalkan ide-ide baru dan peluang kepada anggota mereka daripada jaringan tertutup dengan ikatan berlebihan banyak. Dengan kata lain, sekelompok teman yang hanya melakukan hal-hal dengan satu sama lain sudah berbagi pengetahuan dan kesempatan yang sama. Sekelompok individu dengan koneksi ke dunia sosial lainnya cenderung memiliki akses ke berbagai informasi yang lebih luas. Hal ini lebih baik untuk sukses individu untuk memiliki koneksi ke berbagai jaringan daripada banyak koneksi dalam jaringan tunggal.Demikian pula, individu dapat mempengaruhi atau bertindak sebagai perantara dalam jaringan sosial mereka dengan menjembatani dua jaringan yang tidak langsung terkait (disebut mengisi lubang-lubang struktural) .
Kekuatan analisis jaringan sosial ini berasal dari perbedaan dari studi ilmiah sosial tradisional, yang mengasumsikan bahwa itu adalah atribut individu aktor-apakah mereka ramah atau tidak ramah, pintar atau bodoh, dll-yang penting. Analisis jaringan sosial menghasilkan pandangan alternatif, di mana atribut individu kurang penting ketimbang hubungan mereka dan hubungan dengan aktor-aktor lain dalam jaringan. Pendekatan ini ternyata bermanfaat untuk menjelaskan berbagai fenomena dunia nyata, tapi daun sedikit ruang untuk lembaga individual, kemampuan bagi individu untuk mempengaruhi keberhasilan mereka, karena begitu banyak itu terletak dalam struktur jaringan mereka.
Jaringan sosial juga telah digunakan untuk memeriksa bagaimana organisasi berinteraksi satu sama lain, karakteristik koneksi informal yang memiliki pranala eksekutif bersama-sama, serta asosiasi dan koneksi antara karyawan individu pada organisasi yang berbeda. Misalnya, kekuasaan dalam organisasi sering datang lebih dari sejauh mana seorang individu dalam suatu jaringan di pusat hubungan banyak dari jabatan yang sebenarnya. Jaringan sosial juga memainkan peran kunci dalam mempekerjakan, dalam kesuksesan bisnis, dan dalam kinerja kerja. Jaringan menyediakan cara bagi perusahaan untuk mengumpulkan informasi, menghalangi kompetisi, dan berkolusi harga pengaturan atau kebijakan.
Sejarah dari analisis jaringan social
Sebuah ringkasan dari kemajuan jaringan sosial dan analisis jaringan sosial telah ditulis oleh Linton Freeman. Prekursor jaringan sosial di akhir tahun 1800 termasuk Émile Durkheim dan Ferdinand Tonnies. Tonnies berpendapat bahwa kelompok-kelompok sosial dapat eksis ikatan sosial sebagai pribadi dan langsung yang menghubungkan baik individu yang berbagi nilai-nilai dan keyakinan (gemeinschaft) atau impersonal, link sosial formal, dan instrumental (gesellschaft). Durkheim memberikan penjelasan non-individualistik dari fakta sosial menyatakan bahwa fenomena sosial muncul ketika individu berinteraksi merupakan suatu realitas yang tidak bisa lagi dipertanggungjawabkan dalam hal sifat-sifat aktor individu. Ia membedakan antara masyarakat tradisional
- "solidaritas mekanik" - yang berlaku jika perbedaan individu diminimalkan, dan masyarakat modern
- "organik solidaritas" - yang berkembang keluar dari kerjasama antara individu dibedakan dengan peran independen.
Georg Simmel, menulis pada pergantian abad kedua puluh, adalah sarjana pertama yang berpikir secara langsung dalam hal jaringan sosial. Esai-Nya menunjuk sifat ukuran jaringan pada interaksi dan kemungkinan interaksi dalam bercabang, jaringan longgar-merajut daripada kelompok (Simmel, 1908/1971).
Setelah hiatus pada dekade pertama abad kedua puluh, tiga tradisi utama dalam jaringan sosial muncul. Pada 1930, JL Moreno memelopori pencatatan sistematis dan analisis interaksi sosial dalam kelompok kecil, terutama ruang kelas dan kelompok kerja (sociometry), sementara kelompok yang dipimpin oleh W. Harvard Lloyd Warner dan Elton Mayo dieksplorasi hubungan interpersonal di tempat kerja. Pada tahun 1940, A.R. Alamat presiden Radcliffe-Brown untuk antropolog Inggris mendesak studi sistematis dari jaringan [8]. Namun, butuh waktu sekitar 15 tahun sebelum panggilan ini ditindaklanjuti sistematis.
Analisis jaringan sosial yang dikembangkan dengan studi kekerabatan Elizabeth Bott di Inggris pada 1950-an dan studi urbanisasi tahun 1950-1960 dari Universitas Manchester kelompok antropolog (berpusat di sekitar Max Gluckman dan kemudian J. Clyde Mitchell) menyelidiki jaringan komunitas di Afrika Selatan, India dan Inggris Raya. Bersamaan antropolog, Inggris S.F. Nadel dikodifikasikan teori struktur sosial yang berpengaruh dalam analisis jaringan selanjutnya.
Pada 1960-an 1970-an, semakin banyak sarjana bekerja untuk menggabungkan trek yang berbeda dan tradisi. Satu kelompok berpusat di sekitar Harrison Putih dan murid-muridnya di Universitas Harvard Departemen Hubungan Sosial: Ivan Chase, Bonnie Erickson, Harriet Friedmann, Mark Granovetter, Nancy Howell, Joel Levine, Nicholas Mullins, John Padgett, Michael Schwartz dan Barry Wellman. Juga independen aktif di Harvard Departemen Hubungan Sosial pada waktu itu Charles Tilly, yang difokuskan pada jaringan dalam sosiologi politik dan masyarakat dan gerakan sosial, dan Stanley Milgram, yang mengembangkan "enam derajat pemisahan" tesis. Mark Granovetter danBarry Wellman adalah salah satu mantan siswa Putih yang telah mengelaborasi dan dipopulerkan analisis jaringan social.
Bekerja independen yang signifikan juga dilakukan oleh para ahli di tempat lain: University of California Irvine para ilmuwan sosial tertarik pada aplikasi matematika, berpusat di sekitar Linton Freeman, termasuk John Boyd, Susan Freeman, Kathryn Faust, A. Kimball Romney dan Douglas Putih; analis kuantitatif di University of Chicago, termasuk Joseph Galaskiewicz, Wendy Griswold, Edward Laumann, Peter Marsden, Martina Morris, dan John Padgett, dan sarjana komunikasi di Michigan State University, termasuk Nan Lin dan Everett Rogers. Sebuah Universitas berorientasi substantif Toronto sosiologi kelompok dikembangkan pada tahun 1970, berpusat pada mantan siswa Harrison Putih : SD Berkowitz, Harriet Friedmann, Nancy Leslie Howard, Nancy Howell, Lorne dan Barry Wellman Tepperman, dan juga termasuk pemodel dicatat dan teori permainan Anatol Rapoport. Dalam hal teori, dikritik individualisme metodologis dan analisis berbasis kelompok, dengan alasan bahwa melihat dunia sebagai jaringan sosial yang ditawarkan lebih maksimal analitik.
Kamis, 05 Maret 2020
Kewirausahaan
KREATIF DAN INOVASI DALAM USAHA
Mempertahankan eksistensi usaha harus diiringi upaya mencari sesuatu yang baru dan
mengembangkan apa yang sudah ada agar menjadi lebih baik. Seseorang wirausahawan harus memastikan bahwa kreatifitas yang selama ini dilakukan, bila telah usang atau tidak terpakai lagi.
mengembangkan apa yang sudah ada agar menjadi lebih baik. Seseorang wirausahawan harus memastikan bahwa kreatifitas yang selama ini dilakukan, bila telah usang atau tidak terpakai lagi.
Para peneliti telah membedakan tipe kreativitas dalam kehidupan sehari-hari, yaitu:
1. Membuat atau menciptakan, yaitu proses membuat sesuatu dari tidak ada menjadi ada.
2. Mengkombinasikan dua hal atau lebih yang sebelumnya tidak saling berkaitan menjadi lebih bermanfaat.
3. Memodifikasi sesuatu yang memang sudah ada. Proses ini menggunakan berbagai cara untuk membentuk fungsi-fungsi baru atau menjadikan sesuatu menjadi lebih berguna bagi orang lain
Hambatan-hambatan kreativitas
Seorang pakar mengartikan hambatan kreativitas sebagai dinding atau bangunan mental yang menghambat kita untuk memahami atau menemukan pemecahan atas suatu masalah. Bangunan mental yang bersifat menghambat ini terdapat pada setiap orang dalam kualitas dan kuantitas yang berbeda-beda.
Seorang pakar mengartikan hambatan kreativitas sebagai dinding atau bangunan mental yang menghambat kita untuk memahami atau menemukan pemecahan atas suatu masalah. Bangunan mental yang bersifat menghambat ini terdapat pada setiap orang dalam kualitas dan kuantitas yang berbeda-beda.
· Hambatan Psikologis
· Hambatan BudayaHambatan Lingkungan sosial maupun fisik
· Hambatan Bahasa Berpikir
· Hambatan Keterpakuan Fungsional
Teknik meningkatkan kreativitas
Cara umum yang dipakai adalah dengan mengubah cara berpikir dan proses bertindak, yaitu :
v Perumusan masalah secara kreatif, adalah usaha yang dilakukan untuk menghindar dari perumusan masalah yang sudah jelas. Tapi coba berpikir secara divergen dan bukan konvergen dengan melontarkan pertanyaan baru maupun mencoba melihat dari sudut pandang yang berbeda agar memperoleh kemungkinan baru.
v Bertanya dan bertanya, Intinya adalah dengan terus-menerus melontarkan pertanyaan untuk memperbesar terciptanya solusi yang kreatif.
v Curah gagasan,agar efektif, perlu diperhatikan 3 kondisi berikut ini:
1. Selama proses mencurahkan gagasan jangan melakukan penilaian.
2. Proses pencurahan gagasan harus benar-benar bebas.
3. Usahakan sebanyak mungkin gagasan dapat dilontarkan, karena kemungkinan untuk memperoleh jawaban yang kreatif.
v Orang aneh, maksudnya adalah memasukkan orang lain yang tidak begitu tahu tentang bidang pekerjaan atau bidang pengetahuan yang sedang dipecahkan. Teknik ini dimunculkan karena penelitian menemukan bahwa banyak orang mengalami kesulitan untuk kreatif dalam hal-hal yang sudah sangat dikenal.
v Iklim kreatif, hal ini dilakukan antara lain dengan saling mendukungnya setiap anggota kelompok untuk dapat berkomunikasi secara terbuka, melontarkan opini yang berisiko, bertanya dan menggali, diskusi, membandingkan, mengembangkan, dan bukan mengkritik ide yang dilontarkan, melibatkan diri dalam proses berpikir yang divergen (imajinatif) dan bukan konvergen (praktis atau teknis), serta menghindari menang kalah.
Arti Penting Inovasi dalam Kewirausahaan
Ada lima jenis inovasi yang penting dilakukan pengusaha, yaitu :
1. Pengenalan barang baru atau perbaikan barang yang sudah ada.
2. Pengenalan metode produksi baru.
3. Pembukaan pasar baru, khususnya pasar ekspor atau daerah yang baru.
4. Penciptaan/pengadaan persediaan (supply) bahan mentah atau setengah jadi baru.
5. Penciptaan suatu bentuk organisasi industri baru.
Fungsi inovasi dari seorang pengusaha tentu saja dapat mengubah pasar dan “aturan main” yang sudah ada. Pengusaha yang dapat menciptakan jenis barang baru akan memberikan keuntungan bagi pasar sehingga lebih banyak terdapat pilihan bagi konsumen.
Melindungi gagasan dari hasil kreatifitas dan inovasi
Ketika seorang pengusaha mendapatkan gagasan inovasi untuk produk atau jasa yang memiliki potensi pasar, dengan segera mereka harus melindunginya dari penggunaan yang tidak sah. Pengusaha harus memahami cara mendapatkan hak paten, merek dagang, dan hak cipta yang biasanya disebut dengan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI), yaitu hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada seseorang atau sekelompok orang untuk memegang monopoli dalam menggunakan dan mendapatkan manfaat ekonomi dari kekayaan intelektual.
Kisah sukses dari Susi Pudjiastuti
Perempuan kelahiran 1965 yang sekarang menjabat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan RI di bawah Presiden Jokowi ini adalah seorang pengusaha yang terkenal tegas. Ia merintis bisnisnya di bidang perikanan dan kemudian maskapai penerbangan dari nol. Setelah memilih untuk berhenti sekolah sebelum lulus SMA, ia memulai usahanya sebagai pedagang pakaian dan bed cover. Setelah melihat potensi wilayah tempat tinggalnya, Pangandaran, sebagai penghasil ikan, Susi lantas memanfaatkannya sebagai peluang bisnis dan beralih ke usaha perikanan. Dengan modal hanya Rp750 ribu hasil dari menjual perhiasannya, ia mulai membeli ikan dari tempat pelelangan dan memasarkannya ke sejumlah restoran. Setelah sempat tersendat, bisnis Susi akhirnya berhasil menguasai bursa pelelangan ikan di Pangandaran dan bahkan kemudian merambah ke ekspor ikan dan lobster.Bisnis maskapai penerbangannya juga berawal dari bisnis perikanan tersebut. Untuk mengatasi masalah pengiriman ikan yang lambat apabila lewat darat atau laut, Susi membeli sebuah pesawat dari pinjaman bank untuk pengangkutan produk lautnya, yang kemudian berkembang menjadi armada maskapai penerbangan Susi Air yang melayani rute pedalaman dan carter.Jumat, 25 Januari 2019
Manajemen Strategik Pendidikan
Manajemen
strategik pendidikan
1. Simpulkan bagaimana pendapatmu
tentang Pendidikan Indonesia?
Paradigma pendidikan yang sudah di tuliskan bahwa menurut Mr. Soepomo
dalam Sidang BPUPKI, 31 Mei 1945 mengemukakan teori Negara ditinjau dari segi
integritas antara pemerintah dengan rakyat, yaitu tiga teori mengenai hubungan
negara dengan rakyatnya, yaitu : individualisme, kelas (golongan), dan
integralistik. Inilah yang menjadi pondasi awal dalam memperjuangkan serta
membangun negara. Akan tetapi dalam membangun suatu bangsa dan negara tidak
terlepas dari pendidikan, sebab ini jalan untuk menuju kedamaian yang
sebenarnya.
Berdasarkan tulisan ini, kalopun kita mengkritiknya mugkin tidak wajar
untuk mengkritiknya. Sebab, menurut saya tulisan tersebut sudah sesuai dan suad
benar dalam membangun bangsa negara ini. Adapun kritik yang menurut kami yang
harus di kritik dalam tulisan ini adalah Menurut teori integralistik, negara
adalah susunan masyarakat yang integral: semua anggota masyarakat merupakan
bagian dari persatuan organis. Negara tidak memihak kepada golongan yang paling
kuat, tidak mengutamakan kepentingan pribadi, melainkan menjamin keselamatan
hidup seluruh bangsa sebagai satu kesatuan yang tak terpisahkan, akan tetapi
bukti dan pernyataan yang benar tidak sesuai dengan kenyataan. Sebab, masih
banyak pemerintah yang dalam menjalankan pemerintahanya tidak sesuai atau
bertolak belakang dari teori integralistik tersebut.
Selain dari pada itu, dalam tulisan ini, Sejak
pilihan jatuh ke paham integritas, maka sikap bangsa ini sangat jelas ketika di
dunia ini ada dua paham yang saling berseberangan, yaitu individualisme dan
kelas atau golongan. Paham integritas yang dipilih di BPUPKI jelas
bukan gabungan atau sintesa dari dua paham yang berseberangan tersebut.
Oleh sebab itu, inilah awal kehancuran bangsa dan negara di karenakan banyak
individualisme golongan yang saling mementingkan diri sendiri, hingga pada
dampaknya yaitu proses pendidikan yang sudah di tetapkan tidak akan tercapai
pada tujuan yang sudah di rumuskan. Hingga pedoman guru yang harus di lakukan
tidak sesui yang seperti yang di tuliskan pada tulisan ini. Inilah sebagaian
segelintir masalah dalam tulisan ini yang akan menjerumuskan bangsa dan negara
serta dalam dunia pendidikan menjadi terpecah belah, hingga kemerdekaan yang
sesungguhnya mulai runtuh.
Seperti dalam
tulisan tersebut kosa kata REVOLUSI adalah perubahan cara berpikir yang
disertai dengan tindakan. Ki Hadjar Dewantara (1922) menemukan bahwa cara untuk
melawan kolonialisme adalah dengan cara yang digunakan oleh kolonialisme, yaitu
Pendidikan. Maka, revolusi Pendidikan Ki Hadjar yang bernuansa politik anti
kolonialisme diwujudkan dalam tiga bentuk, yaitu :
a) Tujuan Pendidikan
Pendidikan
kolonialisme Belanda yang mengutamakan Intelektualistis, Materialistis, dan Individualistis, telah menjauhkan
anak dari masyarakatnya dan dari alamnya. Oleh karena itu, paradigma itu dilawan oleh Ki Hadjar dengan paradigma yang
memperhatikan Kodrat Alam dan Jaman anak. Pendidikan tidak boleh menjauhkan
anak dari alamnya dan keluarganya.
Sehingga Ki Hadjar
membedakan antara pendidik dan pengajar Pendidikan adalah tuntutan bagi seluruh
kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai
anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang
setinggi-tingginya. Ibarat bibit dan buah. Pendidik adalah petani yang akan
merawat bibit dengan cara menyiangi hulma disekitarnya, memberi air, memberi
pupuk agar kelak berbuah lebih baik dan lebih banyak, namun petani tidak
mungkin mengubah bibit mangga menjadi berbuah anggur. Itulah kodrat alam atau
dasar yang harus diperhatikan dalam Pendidikan dan itu diluar kecakapan dan
kehendak kaum pendidik.
Sedang Pengajaran
adalah Pendidikan dengan cara memberi ilmu atau pengetahuan agar bermanfaat
bagi kehidupan lahir dan batin. Maka Sembilan butir makna Pendidikan menurut Ki
Hadjar di atas kemudian terangkum dalam Tri Rahayu, yaitu :
1)
Hamemayu Hayuning Sariro, yang berarti pendidikan berguna bagi yang bersangkutan, keluarganya,
sesamanya, dan lingkungannya. Disini sangat jelas apa arti manusia sebagai
makhluk individu dan sosial.
2)
Hamemayu Hayuning Bongso, yang berarti pendidikan berguna bagi bangsa , negara, dan tanah
airnya. Butir ini juga ditekankan di panca darma Ki Hadjar dan 10 Pedoman Guru.
3)
Hamemayu Hayuning Bawono, yang
berarti pendidikan berguna bagi masyarakat yang lebih
luas lagi
yaitu dunia atau masyarakat global.
Selanjutnya, Prof Dr. M. Sardjito3 juga menegaskan bahwa: sistem penddikan Ki Hadjar Dewantara itu
dikehendaki merupakan alat untuk mencapai tujuan yang besar, yaitu kebudayaan
nasional.
b) Pedagogi
Pendidikan adalah proses, maka agar
tujuan Pendidikan seperti yang dimaksud oleh Ki Hadjar terwujud, di lapangan
pendidikan sekolah diciptakan sistem, pedagogik dan metoda baru.
Ă¼
Sistem PAMONG
Pemikiran Ki Hadjar
mengenai guru, bukan hanya sebagai seorang pendidik dan pengajar namun juga
sebagai values system transformer
yang merupakan bagian dari proses kaderisasi kepemimpinan perjuangan bangsa.
Menurut Ki Hadjar, pendidikan harus sesuai dengan kodrat keadaan anak, yaitu :
1)
Masa kanak-kanak 1-7 tahun
2)
Masa pertumbuhan Jiwa dan Pikiran 7-14 tahun
3)
Masa terbentuknya Budi Pekerti atau Kesadaran Sosial, 14-21 tahun
Maka ketiga pembagian masa pendidikan tersebut juga
menuntut perlakuan yang berbeda dari pendidik dan diterapkan di Taman Siswa
sesuai dengan tahapannya.
Ă¼
Siswa Sebagai Pusat
Pembelajaran
Dalam metode ini, pusat kegiatan
beralih dari guru ke siswa dimana siswa belajar secara aktif dan bekerjasama
dengan teman-temannya untuk menyelesaikan masalah serta menemukan ilmu
pengetahuan. Co-education
diberlakukan dimana siswa yang memiliki kelebihan membantu temannya. Guru
sebagai Pamong beralih fungsi sebagai pendamping belajar dan fasilitator.
Oleh karena itu, proses belajar
mengajar di sekolah harus di titiberatkan berpusan pada siswa. Guru tidak hanya
menjelaskan materi yang di ajarkan, akan tetapi yang lebih penting yang
harus di perhatikan bagaimana proses
pembelajaran berlangsung biakan siswa mencari dan menemukan sebuah masalah
kemudia menemukan sebuah jawaban dari masalah tersebut, guru hanya sebagai
fasilitator saja.
Maka proses pembejaran
seperti ini, akan memberikan sebuah pengetahuan baru bagi siswa untuk
mengembangkan pengetahuan dan keterampilanya dalam belajar.
Ă¼ Wirama
Wirama itu tidak lepas dari kodrat alam
seperti keteraturan alam, keindahan alam, sifat alami alam yang ritmik. Wirama akan membiasakan manusia menghargai
harmomi dalam keragaman, hal yang sangat dibutuhkan oleh bangsa Indonesia yang
memiliki keanekaragaman bawaan. Dengan harmoni maka manusia akan selalu
menyelaraskan hidupnya dengan lingkungannya serta menjaga kemerdekaannya dengan
menghargai kemerdekaan orang lain. Wirama itu ada dalam adat-istiadat,
tata-krama, kebiasaan setiap etnis suku bangsa.
c) Isi
Sudah di uraikan di
atas antara pendidik dan pengajaran merupakan dua hal yang sanagt jauh berbeda.
Maka, Ki Hadjar menekankan agar dalam pendidikan
memperhatikan : Kodrat
Alam,
Kemerdekaan, Kemanusiaan, Kebudayaan, dan Kebangsaan,.
2. Rumuskan apa panggilanmu sebagai
Guru atau calon Guru melihat butir #1?
Sebagai seorang calon guru kita harus memberi inovasi model pembelajaran
sesuai dengan perkembangan zaman agar siswa dapat menggali dan mengembangkan
potensi yang dimiliki. Melihat pernyataan Ki Hajar Dewantara tersebut, dapat
dilihat bahwa paradigma pendidikan nasional berbasis perjuangan kebudayaan dan
dalam teknis operasionalnya adalah proses membina perilaku dan memberikan
ketrampilan untuk dapat berperan ditengah pergaulan internasional. Oleh karena
itu, Ki Hajar Dewantara menegaskan secara teknis pendidikan umumnya berarti
daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin,
karakter), pikiran (intelek) dan tubuh anak. Ketiganya tidak dapat dipisahkan.
mengerjakan tugas ini?
Pendidikan seharusnya mampu menghargai setiap potensi yang dimiliki
peserta didiknya, tanpa ada pengekangan. Karena peserta didik hakikatnya adalah
manusia merdeka yang mampu berkembang dengan baik dengan peran pendidikan yang
baik pula. Manusia merdeka berarti seseorang yang mampu berkembang secara utuh
dan selaras dari segala aspek kemanusiaannya dan yang mampu menghargai dan
menghormati kemanusiaan setiap orang. Seperti ujaran Ki Hajar Dewantara, bahwa
pendidikan seharusnya “educate the
head,the heart, and the hand.
Karena setiap hubungan hegemoni
adalah sebuah pendidikan. Kesadaran kritis sesuai dengan realita dan mewakili
segala sesuatu dan fakta sebagaimana mereka ada secara empirik dalam hubungan
korelatif timbal balik. Kesadaran naif mempertimbangkan dirinya superior
terhadap fakta-fakta dalam mengontrol fakta-fakta dan demikian bebas untuk
memahaminya sebagaimana dikehendaki dan menenggelamkan dirinya terhadap
fakta-fakta. Menurut Freire, kesadaran kritis dibangun melalui dialog yang
setara dan bukan bersifat hirarki. Sehingga, muncul hubungan timbal balik untuk
saling memperkaya. Ibarat seorang pendidik berdiri di depan peserta didik dan
bercerita atau membahas sesuatu yang berada di belakang pendidik. Maka, tentu
si peserta didik tidak akan melihatnya. Oleh karena itu, posisi itu harus
diubah dimana pendidik berada di samping peserta didik dan membahas tentang
segala sesuatu yang dilihat bersama. Dengan demikian si peserta didik akan
menjadi subyek, bukan obyek, seperti premise Freire bahwa manusia adalah subyek
di dunia ini dan berintegrasi dengan dunia ini untuk membangun dunia. Kesadaran
kritis tersebut bisa membuat siswa akan mampu memberikan solusi solusi yang
relevan untuk menghadapi dan menyelesaikan isu isu yang sedang dihadapi oleh
negara ini. Tentu saja lingkungan yang kondusif mampu menciptakan generasi
generasi yang memiliki kemampuan berfikir kritis yang luar biasa.
Minggu, 11 Maret 2018
KONSEP MANAJEMEN PENGEMBANGAN KURIKULUM
1. Pendahuluan
a. Kebijakan
umum
Pengembangan
kurikulum merupakan proses dinamik sehingga dapat merespon terhadap tuntutan
perubahan struktural pemerintahan, pengembangan ilmu dan teknologi maupun
globalisasi. Kebijakan umum dalam pengembangan kurikulum harus sejalan dengan
visi, misi dan strategi pembangunan pendidikan nasional yang dituangkan dalam
kebijakan peningkatan angka partisipasi, mutu, relevansi, dan efesiensi
pendidikan.
Kebijakan
umum dalam pembangunan kurikulum nasional mencakup prinsip-prinsip:
1.
Keseimbangan
etika, logika, estetika, dan kinestika
2.
Kesamaan
memperoleh kesempatan
3.
Memperkuat
identitas nasional
4.
Menghadapi
abad pengetahuan
5.
Menyongsong
tantangan teknologi informasi dan komunikasi
6.
Mengembangkan
keterampilan hidup
7.
Mengintegrasikan
unsur-unsur penting kedalam kurikulum
8.
Pendidikan
alternative
9.
Berpusat
pada anak sebagai pembangunan pengetahuan
10. Pendidikan multicultural
11. Penilaian Berkelanjutan
12. Pendidikan sepanjang hayat
Kebijakan yang
bertujuan untuk meningkatkan angka partisipasi pendidikan menuntut pengembangan
kurikulum yang dapat meminimalkan angka putus sekolah dan mengulang kelas,
penyelenggaraan pendidikan secara terbuka dan polivalen lintas jenis jenjang
jalur dan pendidikan dengan sistem belajar jarak jauh.
Pengembangan
kurikulum unggul perlu melibatkan peran serta masyarakat. Pemenuhan aspirasi
masyarakat menjadi pemandu tolak ukur keberhasilan dalam pengembangan
kurikulum.
Pengembangan
kurikulum yang mendukung efisiensi penyelenggaraan pendidikan ditandai dengan
fleksibilitas kurikulum yang dapat diakses oleh peserta didik dan oleh
karenanya dikembangkan kurikulum berdeversifikasi, baik pada tingkat satuan
pendidikan seacara terbuka dan polivalen, selain bertujuan untuk meningkatkan
angka partisipasi juga meningkatkan efesiensi dalam penyelenggaraan pendidikan.
b. Masalah-masalah
dan Hambatan
Pengembangan
Kurikulum Berdasarkan survey lapangan, 2002 :
a.
Masih
Sering terjadi perbedaan persepsi visi dan misi yang hendak dicapai oleh setiap
institusi pendidikan baik di jenjang dasar maupun jenjang sekolah menengah.
b.
Lahirnya
gagasan desentralisasi dalam pengembangan kurikulum sebagai akibat
desentralisasi pendidikan tidak disertai dengan acuan buku yang jelas. Dalam
arti apakah lingkup pemberlakuan berada pada tingkat I, didaerah tingkat II,
ataukah pada lingkup wilayah sekolah. Saat ini department hanya berada dipusat
sementara didaerah mengalami perubahan menyatu dengan kantor dinas untuk
tingkat kabupaten, sehingga garis komandonya mungkin menjadi terputus-putus
atau hanya garis tipis, hal ini mungkin akan menjadi hambatan penyeragaman
dalam pengembangan atau pelaksanaan kurikulum, monitoring dan evaluasi. Walau
sisi positifnya daerah bisa lebih mandiri untuk saat ini untuk pengembangan
kurikulum, monitoring dan evaluasi, daerah kurang memiliki pengalaman dalam
pembuatannya, juga kurang SDM yang ada didaerah.
c.
Tim
perekayasa kurikulum hingga saat ini masih terpusat ditingkat pusat, sementara
di tingkat II, maupun pada wilayah atau sekolah belum tersedia sehingga sulit
melakukan pengembangan terhadap kurikulum yang ada.
d.
Pengembangan
kurikulum saat ini belum terorentasi pada kepentingan peserta didik atau
peserta didik sebagai subjek (child
oriented) tetapi kurikulum dikembangkan kearah peserta didik sebagai objek.
e.
Pengembangan
kurikulum bersifat sentralistik dan kurang memberdayakan peran sekoalah dan
partisipasi masyarakat. Belum adanya lembaga yang berperan sebagai media
akuntabilitas pendidikan, Pengembangan kurikulum seringkali tidak dilandasi
oleh filsafat pendidikan yang memberikan ide dasar dalam mewujudkan tujuan
pendidikan
f.
Ketersedian
dokumen kurikulum yang mamadai dan dapat dimiliki oleh setiap guru. Guru-guru
tidak memiliki dokumen kurikulum yang lengkap atau memadai.
g.
Masalah
dalam pengembangan kurikulum pelaksaanaan, monitoring, dan evaluasi dalam
kurikulum lainnya
h.
Pengembangan
kurikulum kurang memberikan bekal kepada siswa yang tidak melanjutkan ke
lembaga pendidikan yang lebih tinggi khususnya untuk SLTP dan SMU.
Pelaksanaan
Kurikulum, Strategi pembelajaran pada umumnya mengacu pada penguasaan informasi
dan pengetahuan yang tidak relevan dengan tercapainya tujuan institusional yang
telah diracangkan. Pelaksanaan kurikulum dilapangan sering tidak dapat
terlaksana optimal karena sarana prasarana penunjang sangat minim dan juga
kualitas SDM kurang kreatif dan inovatif. Pelaksanaan kurikulum dalam aktivitas
disekolah masih sebatas pada sosialisasi nilai dengan pola hafalan terhadap
materi yang ada dalam kurikulum, Pembelajaran dikelas cenderung pengkotakan
bidang studi yang ketat dan hanya memfokuskan pada perolehan NEM tertinggi.
Monitoring
dan evaluasi, kegiatan monitoring dilapangan oleh pejabat yang berwenang hanya
sebatas mengamati, seringkali dalam pengamatan tersebut tidak disertai rencana
yang jelas sehingga dalam kegiatannya tanpa instrument untuk dapat menjaring
informasi yang penting dan diperlukan.
Pemahaman
terhadap konsep evaluasi yang dilaksanakan tidak mendudukung tercapainya tujuan
instruksional yang telah dikembangkan sejak awal. Teknik evaluasi dan
pengukuran yang digunakan oleh penyelenggara pendidikan dan yang menjadi garis
kebijakan pemerintah belum komprehensif. Evaluasi kurikulum masih belum
dipahami sebagai bagian yang penting dalam sistem kurikulum, masih simpang
siurnya pemahaman kurikulum, antara para pelaksana dengan pihak berwenang
melakukan monitoring. Monitoring cenderung bersifat satu arah (administratif),
vertical serta kurang mengembangkan secara seimbang, baik vertikal maupun
horizontal.
c. Masalah
Manajemen Pengembangan Kurikulum
Inti
dari masalah manajemen pengembangan kurikulum, dipandang sebagai suatu
tindak professional. Ini artinya dalam
usaha pengembangan kurikulum diperlukan suatu keahlian manajerial dalam arti
kemampuan merencanakan, mengorganisasi, mengelola, dan mengontrol kurikulum.
Dua kemampuan dalam hal “curriculum planning” disebut kemapuan pertama
sedangkan kemampuan kedua disebut “curriculum Implementation”. Semua kemampuan
ini diartikan sebagai kemampuan manajemen pengembangan kurikulum (owen,1973).
Berdasarkan
kondisi empiris tersebut, terasa pentingnya manajemen yang baik dalam
pengembangan kurikulum. Dua masalah pokok manajemen yang dibahas dalam rangka
rangka pengembangan kurikulum adalah Bagaimana manajemen dalam “Curriculum
Plannig” . Bagaimana manajemen dalam “Curriculum Implementation”.
Masalah
pertama manajemen dalam perencanaan kurikulum, bertolak dari beberapa pemikiran,
tentang siapa sesungguhnya yang merupakan manajer dalam pengembangan khususnya
dalam perencanaan kurikulum, faktor-faktor apa yang mendorong suatu kurikulum yang
harus diubah (origins of change), dan faktor-faktor lainnya yang dinilai
berpengaruh dalam proses perencanaan kurikulum terlebih dahulu dalam
implementasi nantinya.
Masalah kedua, adanya beberapa
faktor yang mempengaruhi implementasi kurikulum, pertama berkenan dengan
pendekatan dalam perencanaan, kedua berkenan dengan strategis implementasi
terutama masalah “support activities” berupa bantuan supervisor kepada
guru-guru.
2.
Konsep
Pengembangan Kurikulum
Kurikulum
adalah program pendidikan yang disediakan oleh lembaga pendidikan (sekolah) bagi
siswa. Berdasarkan program pendidikan tersebut siswa melakukan berbagai
kegiatan belajar, sehingga mendorong perkembangan dan pertumbuhan sesuai dengan
tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Dengan kata lain, dengan program
kurikuler tersebut, sekolah atau lembaga pendidikan menyediakan lingkungan
pendidikan bagi siswa untuk berkembang.
Dalam
sistem pendidikan nasional, dinyatakan bahwa kurikulum adalah seperangkat
rencana dan pengaturan isi dan lahan pelajaran serta cara yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar. Rumusan ini lebih
spesifik yang mengandung pokok-pokok pikiran, sebagai berikut:
1.
Kurikulum
merupakan suatu rencana atau perencanaan
2.
Kurikulum
merupakan pengaturan, brarti mempunyai sistematika dan struktur tertentu.
3.
Kurikulum
memuat atau berisikan isi dan bahan pelajaran, menunjuk kepada perangkat mata
ajaran atau bidang pengajaran tertentu.
4.
Kurikulum
mengandung cara, atau metode atau strategi penyampaian pelajaran.
5.
Kurikulum
merupakan pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar.
6.
Kendatipun
tidak tertulis, namun telah tersirat didalam kurikulum, yakni kurikulum
dimaksudkan untuk mencapai tujuan pendidikan.
7.
Berdasarkan
butir 6, maka kurikulum sebenarnya adalah suatu alat pendidikan.
Rumusan tersebut menunjukan
faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam penyusunan suatu kurikulum, ialah:
1.
Tujuan
pendidikan nasional perlu dijabarkan menjadi tujuan institusional, yang pada
gilirannya dirumuskan menjadi tujuan instruksional (Umum dan Khusus), yang
mendasari perencanaan pengajaran.
2.
Tahap
perkembangan peserta didik merupakan landasan psikologis, yang mencakup
psikologis perkembangan dan psikologi belajar.
3.
Kesesuaian
dengan lingkungan menunjuk pada landasan sosiologis atau lingkungan sosial
masyarakat dibarengi oleh landasan bieokologis dan kultur ekologis.
4.
Kebutuhan
pembangunan nasional yang mencakup pengembangan sumber daya manusia dan
pembangunan semua sector ekonomi.
5.
Perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesesuaian merupakan landasan kuktural dan
budaya bangsa dengan multidimensionalnya.
6.
Jenis
jenjang satuan pendidikan merupakan landasan organisatoris dibidang pendidikan.
Perekayasaan
kurikulum dilaksanakan dalam situasi nyata disekolah, Implentasi kurikulum
memerlukan suatu sistem perencanaan yang meliputi komponen-komponen sebagai
berikut.
1.
Perumusan
tujuan.
2.
Program
studi
3.
Identifikasi
sumber-sumber
4.
Peran
pihak-pihak terkait
5.
Kemampuan
Profesional
6.
Unsur
penunjang
7.
Penjadwalan
pelaksanaan
8.
Sistem
komunikasi
9.
Sistem
monitoring
10.
Pencatatan
dan pelaporan
11.
Evaluasi
proses
12.
Revisi
atau perbaikan
Asas Pengembangan berdasarkan
pada asas-asas pembangunan secara makro.
Sistem pengembangan kurikulum harus berdasarkan asas-asas sebagai berikut:
1.
Kurikulum
dan teknologi pendidikan berdasarkan pada asas keimanan dan ketakwaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa.
2.
Kurikulum
dan teknologi pendidikan berdasarkan dan diarahkan pada asas demokrasi
pancasila.
3.
Pengembangan
kurikulum dan teknologi pendidikan berdasarkan dan diarahkan pada asas keadilan
dan pemerataan pendidikan.
4.
Pengembangan
kurikulum dan teknologi pendidikan dilandasi dan diarahkan berdasarkan asas
keseimbangan, keserasian, dan keterpaduan.
5.
Pengembangan
kurikulum dan teknologi pendidikan dilandasi dan diarahkan berdasarkan asas
hokum yang berlaku.
6.
Pengembangan
kurikulum dan teknologi pendidikan dilandasi dan diarahkan berdasarkan asas
kemandirian dan pembentukan manusia mandiri.
7.
Pengembangan
kurikulum dan teknologi pendidikan dilandasi dan diarahkan berdasarkan asas
nilai-nilai kejuangan bangsa.
8.
Pengembangan
kurikulum dan teknologi pendidikan dilandasi dan diarahkan berdasarkan asas
pemanfaatan, pembangunan, penciptaan ilmu pengetahuan, dan teknologi.
Mengacu
pada pola piker manajemen, maka pengembangan kurikulum dilaksanakan dengan
secara terpadu dan berjenjang sebagai berikut.
1.
Tingkat
Makro: Pengembangan kurikulum didukung oleh berbagai disiplin ilmu kealaman,
ilmu sosial dan ilmu perilaku yang masing-masing menganut hukumnya sendiri
(hokum kualitas, hukum normatif, dan hukum probabilitas).
2.
Tingkat
struktural : Pengembangan kurikulum melibatkan peran serta berbagai pihak
secara instektoral dan antarinstitusional baik dalam lingkungan pendidikan
maupun non pendidikan.
3.
Tingkat
mikro: Pengembangan kurikulum dilaksanakan secara sistemik yang memuat semua
komponen, lengkap, utuh, menyeluruh, konsisten dan serasi dengan faktor-faktor
yang mendasarinya.
4.
Tingkat
Individual: Pengembangan kurikulum mengacu dan melibatkan semua individu secara
interaktif dan komunikatif dalam proses pembelajaran agar tercapai hasil
belajar yang dapat diamati secara terukur.
3.
Konsep Manajemen
Manajemen
adalah proses sosisal yang berkenaan dengan keseluruhan usaha manusia dengan
bantuan manusia lain serta sumber-sumber lainnya. Menggunakan metode yang
efisien dan efektif untuk mencapai tujuan yang ditentukan sebelumnya.
Bertitik
tolak dari rumusan tersebut, maka ada beberapa hal yang perlu dijelaskan lebih
lanjut. Manajemen merupakan suatu proses sosial yang merupakan proses kerjasama
antar dua orang atau lebih secara formal. Manajemen dilaksanakan dengan bantuan
sumber-sumber yakni sumber manusia, sumber material, sumber biaya, dan sumber
informasi. Manajemen dilaksanakan dengan metode kerja tertentu yang efesien
dari segi tenaga, dana, waktu dan sebagainya. Manajemen mengacu kepencapaian
tujuan tertentu, yang telah ditentukan sebelumnya.
Pengembangan
kurikulum harus dilandasi oleh manajemen berdasrkan pertimbangan
multidimensional sebagai berikut:
1.
Manajemen
sebagai suatu disiplin ilmu sangat erat kaitannya dengan disiplin ilmu-ilmu
lainnya.
2.
Para
pengembang kurikulum mengikuti pola dan alur piker yang singkron dengan pola
dan struktur berpikir dalam manajemen.
3.
Implementasi
kurikulum sebagai bagian intergral dalam pengembangan kurikulum membutuhkan
konsep, prinsip, dan prosedur serta pendekatan dalam manajemen.
4.
Pengembangan
kurikulum tidak lepas bahkan sangat erat kaitannya dengan kebijakan dibidang
pendidikan, yang bersumber dari kebijakan pembangunan nasional, kebijakan
daerah , serta kebijakan sektoral.
5.
Kebutuhan
manajemen disektor bisnis dan industri misalnya kebutuhan tenaga terampil, yang
mampu meningkatkan produktivitas perusahaan, kebutuhan demokratisasi
dilingkungan semua bentuk dan jenis organisasi.
Kemampuan manajemen
memiliki wawasan dan pengetahuan yang luas mengenai pembangunan nasional. Memiliki kepribadian yang tangguh sebagai
manusia indonesia yang berjiwa dan berfilsafat pancasila sesuai dengan
undang-undang dasar 1945, serta berperilaku sesuai dengan nilai-nilai yang
terkandung dalam pancasila tersebut, sebagai sumber daya manusia yang
berkualitas. Dapat memiliki ketrampilan dan pengetahuan sesuai dengan bidang
garapan yang menjadi tanggung jawabnya yang terkait dengan organisasi sosial
dan organisasi bisnis. Kemampuan bermasyarakat, baik dilingkungan internal
organisasi maupun lingkungan eksternal organisasi. Memiliki kemampuan dibidang
manajemen dalam rangka melaksanakan fungsinya manajemen dalam proses manajemen
terpadu yang mencakup perencanaan, penggerakan koordinasi, control dan
lain-lain.
4. Ruang
Lingkup Studi Manajemen Pengmbangan Kurikulum
Sebagai
kerangka berpikir yang cukup sederhana dan lebih mudah dipelajari secara
mendalam, maka ruang lingkup studi dikembangkan dalam tulisan ini, terdiri dan
dibatasi pada:
1.
Manajemen
perencanaan dan pengembangan kurikulum, dalam konteks ini akan dipelajari
masalah perencanaan kurikulum dan pengembangan selanjutnya penting mendapat
perhatian, karena terkait erat dengan faktor-faktor mendasar, peran sebagai
pihak dan metedologi pengembangan itu sendiri, sehingga merupakan suatu proses
keseluruhan kegiatan dan pengembangan kurikulum.
2.
Manajemen
pelaksanaan kurikulum.
3.
Supervisi
pelaksanaan kurikulum.
4.
Pemantauan
dan penilaian kurikulum.
5.
Perbaikan
kurikulum
6.
Desentralisasi
dan sentralisasi pengembangan kurikulum perlu dikaji lebih lanjut berkaitan
dengan desentralisasi pengelolaan pendidikan oleh pemerintah daearah.
7.
Masalah
ketenagaan dalam pengembangan kurikulum serta model kepemimpinan yang serasi
pada konteks masyarakat yang berkembang.
Langganan:
Postingan (Atom)
Islam Normatif dan Historis, Pengertian, Pendekatan.
A.Pengertian Islam Normatif Normatif, dalam bahasa inggris “Norma” yang artinya norma, ajaran, atau acuan. Kata norma dalam Bahasa Indonesi...
-
BAB II PEMBAHASAN 2.1 Biografi Lawrence Kohlberg Lawrence Kohlberg menjabat sebagai salah satu profesor di Universitas Chic...
-
A.Pengertian Islam Normatif Normatif, dalam bahasa inggris “Norma” yang artinya norma, ajaran, atau acuan. Kata norma dalam Bahasa Indonesi...
-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Membaca merupakan merupakan keterampilan berbahasa.dan faktor yang pentingdalam proses p...