MAKALAH
TRILOGI
KI HAJAR DEWANTARA UNTUK
PEMIMPIN
YANG IDEAL
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Kepemimpinan dan Perilaku Org. Pendidikan
Dosen Pengampu:Dr. Sumidjo, M.Sc.
Di Susun Oleh:
1.Apri Eka Budiyono
(2016081005)
PROGRAM
STUDI MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN
DIREKTORAT
PROGAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS
SARJANAWIYATA TAMANSISWA
YOGYAKARTA
2016
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Makalah
Pemimpin
adalah orang yang diberikan amanat (tanggung jawab) yang nantinya akan diminta
pertanggung jawaban kepada orang yang memberikan amanat atau keppercayaan
kepadanya. Pemimpin merupakan orang yang mamu untuk menuntun, membimbing,
memandu dan menunjukan jalan yang benar terhadap kelompoknya. Pemimpin minimal harus
dapat memimpi dirinya sendiri karena bagaimana mungkin seorang pemimpin tetapi
tidak bisa memimpin dirinya sendiri, akan mampu memimpin kelompoknya untuk
mencapai tujuan yang akan dicapai.
Pemimpin
(leader) merupakan ruh atau sentral dari sebuah organisasi. Berhasil dan maju
atau tidaknya sebuah organisasi tergantung kepada pemimpinnya. Sehingga
diharapkan dapat membawa perubahan pada organisai.
Menurut
Wahyudi pemimpin menggunakan kemampuan dan kecerdasannya dengan memanfaatkan
potensi yang ada dalam oranisasi untuk memenuhi harapan kelompoknya. Dengan
kata lain pemimpin berusaha melibatkan anggota organisasi untuk mencapai
tujuan. Kemampuan untuk menggerakkan, mengarahkan dan mempengaruhi anggota
organisasi sebagai wujud kepemimpinannnya. Kesanggupan mempengaruhi kearah
tujuan tertentu sebagai indicator keberhasilan pemimpin.
Sekolah
merupakan suatu komunitas pendidikan yang membutuhkan pemimpin yang
mendayagunakan potensi yang ada dalam sekolah. Wajah sekolah ada pada kepala
sekolah dan secara tidak langsung cita-cita mulia pendidikan diserahkan kepada
kepala sekolah. Dapat dikatakan bahwa kepala sekolah mempunyai peran penting
untuk memajukan sekolah yang dipimpin dengan kemampuan yang dimilikinya.
Kenyataan
yang didapat dilapangan justru sebaliknya, tidak sedikit kepala sekolah yang
gagal dalam memimpin sekolah. Terbukti dengan banyaknya kasusu yang dilakukan
kepala sekolah diantaranya ialah kepala sekolah yang melakukan korupsi dana
bos, pungli (pungutan liar) kepada siswa-siswanya, perjokian di UN (ujian
nasional) dimana kepala sekolah memberikan kunci jawaban kepada siswa-siswanya
dengan imbalan berupa uang yang sudah disepakati bersama. Ada juga kepala
sekolah yang dibawa kemeja hijau karena melakukan pelecehan seksual terhadap
siswinya.
Berbicara
mengenai kepemimpinan teringat akan ki Hajar Dewantara. Beliau dalah tokoh
nasional yang sangat peduli dengan pendidikan. salah satu warisan ilmu beliau
yakni adanya perguruan Taman Siswa. Menjalankan kepemimpinannya di Taman Siswa
beliau menggunakankonsep trilogy kepemimpinan yang sering kita dengar yaitu Ing
Ngarso Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani (membimbing
dengan keteladanan, membina dengan membangun kehendak, dan mendorong kreativitas
dengan memberikan kekuatan).
Trilogi
kepemimpinan sangat baik jika diterapkan oleh kepala sekolah dalam memimpin
anggotanya untuk lebih meningkatkan kinerja anggota sehingga akan memberikan
kemajuan pada perkembangan sekolah.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat
dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Apa
pengertian kepemimpinan?
2. Bagaimana
Trilogi kepemimpinan Ki Hadjar Dewantara?
3. Bagaimana
implementasi Trilogi Ki Hadjar Dewantara dalam kepemimpinan kepala sekolah?
C.
Tujuan
Rumusan Makalah
Berdasarkan rumusanmasalah diatas dapat
diperoleh manfaat pembutan makalah:
1. Mengetahui
pengertian kepemimpinan
2. Mengetahui
Trilogi kepemimpinan Ki Hadjar Dewantara
3. Mengetahui
implementasi Trilogi Ki Hadjar Dewantara dalam kepemimpinan kepala sekolah.
D.
Metodologi
Penulisan
Penulisan
makalah ini menggunakan metode kepustakaan, yakni mendapatkan sumber informasi
yang berasal dari media cetak berupa buku dan media elektronik yang berupa
internet.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Kepemimpinan
1.
Pengertian
Pemimpin Menurut Para Ahli
Menurut
Drs. H. Malayu S.P. Hasibuan, pemimpin adalah seseorang dengan wewenang kepemimpinannya
mengarahkan bawahannya untuk mengerjakan sebagian dari pekerjaannya dalam
mencapai tujuan.
Secara
umum definisi kepemimpinan dapat di rumuskan sebagai berikut. “Kepemimpinan
berarti kemampuan dan kesiapan yang dimiliki oleh
seseorang untuk dapat mempengaruhi,
mendorong, mengajak, menuntun, menggerakan, mengarahkan, dan kalau perlu
memaksa orang atau kelompok agar menerima pengaruh tersebut dan selanjutkan
berbuat sesuatu yang dapat membantu tercapainya suatu tujuan yang telah
ditetapkan”.
Ada
beberapa pendapat tentang pengertian kepemimpinan, yaitu: Kepemimpanan adalah
proses mempengaruhi kegiatan-kegiatan kelompok yang diorganisir menuju kepada
penentuan dan pencapaian tujuan (Ralp M.
Stogdill).
Kepemimpinan
merupakan motor atau daya penggerak daripada sumber-sumber, dan alat yang
tersedia bagi suatu organisasi (Sonda P.
Siagian). Kepemimpinan dalam organisasi berarti penggunaan kekuasaan dan
pembuatan keputusan-keputusan (Robert
Dubin).
Kepemimpinan
adalah individu di dalam kelompok yang memberikan tugas pengarahan dan
pengorganisasian yang relevan dengan kegiatan-kegiatan kelompok (Fred E. Fiedler).
Seiring perkembangan zaman, kepemimpinan secara ilmiah mulai berkembang
bersamaan dengan pertumbuhan manajemen ilmiah yang lebih dikenal dengan ilmu
tentang memimpin. Hal ini terlihat dari banyaknya literatur yang mengkaji
tentang leadership dengan berbagai sudut pandang atau perspektifnya. Leadership
tidak hanya dilihat dari bak saja, akan tetapi dapat dilihat dari penyiapan
sesuatu secara berencana dan dapat melatih calon – calon pemimpin. Kepemimpinan
atau leadership merupakan ilmu terapan dari ilmu - ilmu sosial, sebab prinsip –
prinsipdan rumusannya diharapkan dapat mendatangkan manfaat bagi kesejahteraan
manusia (Moejiono, 2002).
Menurut
Young (dalam Kartono, 2003), pengertian kepemimpinan yaitu bentuk dominasi yang
didasari atas kemampuan pribadi yang sanggup mendorong atau mengajak orang lain
untuk berbuat sesuatu yang berdasarkan penerimaan oleh kelompoknya, dan
memiliki keahlian khusus yang tepat bagi situasi yang khusus.
Menurut
Moejiono (2002) memandang bahwa leadership tersebut sebenarnya sebagai akibat
pengaruh satu arah, karena pemimpin mungkin memiliki kualitas – kualitas
tertentu yang membedakan dirinya dengan pengikutnya. Para ahli teori sukarela
(compliance induction teorist) cenderung memandang leadership sebagai pemaksaan
atau pendesakan pengaruh secara tidak langsung dan sebagai sarana untuk membentuk
kelompok sesuai dengan keinginan pemimpin.
Sedangkan
menurut Hadari Nawawi, kepemimpinan adalah kemampuan menggerakkan, memberi
motivasi dan mempengaruhi orang – orang agar bersedia melakukan tindakan –
tindakan yang terarah pada pencapaian tujuan melalui keberanian mengambil
keputusan tentang kegiatan yang harus dilakukan.
2.
Syarat-Syarat
Kepemimpinan
Dalam
memangku jabatan pemimpin yang dapat melaksanakan tugas-tugasnya dan memainkan
peranannya sebagai pemimpin yang baik dan sukses, maka dituntut beberapa
persyaratan jasmani, rohani dan moralitas yang baik, bahkan persyaratan sosial
ekonomis yang layak. Akan tetapi pada bagian ini yang akan dikemukakan hanyalah
persyaratan-persyaratan kepribadian dari seorang pemimpin yang baik.
Persyaratan-persyaratan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Rendah
hati dan sederhana
b. Bersifat
suka menolong
c. Sabar
dan memiliki kestabilan emosi
d. Percaya
kepada diri sendiri
e. Jujur,
adil dan dapat dipercaya
f. Keahlian
dalam jabatan.
Adanya
syarat-syarat kepemimpinan seperti diuraikan di atas menunjukan bahwa
kepemimpinan bukan hanya memerlukan kesanggupan dan kemampuan saja, tapi
lebih-lebih lagi kemampuan dan kesediaan pemimpin.
B.
Pemikiran
Trilogi Ki Hadjar Dewantara
1.
Pengertian
Trilogi Ki Hadjar Dewantara
Konsep
Trilogi Ki Hadjar Dewantara yang digunakan sebagai pijakan pemimpin di Taman
Siswa yakni Ing Ngarso Sung Tuladha Ing Madya Mangun Karsa Tut Wuri Handayani.
Trilogi Ki Hadjar Dewantara tidak asing untuk didengar apalagi Tut Wuri
Handayani yang digunakan sebagai lambang Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia sehingga sering dijumpai di sekolah – sekolah.
a.
Ing
Ngarso Sung Tuladha
Ing Ngarso Sung Tuladha
secara harfiah berarti bahwa pemimpin yang berada di depan hendaknya memberi
contoh. Sung berasal dari kata asung
yang dalam bahasa jawa berarti memberi. Dalam kalimat tersebut Ki Hadjar
Dewantara berpesan agar sung itu
diartikan menjadi, karena antara memberi dan menjadi mempunyai makna yang
berbeda.
Ajaran
Ki Hadjar Dewantara yang pertama ini menggambarkan situasi dimana seorang
pemimpin bukan hanya sebagai orang yang berjalan di depan, namun juga harus
menjadi teladan bagi orang – orang yang mengikutinya. Kata Ing Ngarsa tidak dapat berdiri sendiri, jika tidak mendapatkan kalimat
penjelas dibelakangnya. Artinya seorang yang berada di depan jika belum memberi
teladan maka belum pantas menyandang gelar pemimpin. Jika kita melihat
kepemimpinan dari orang – orang dalam sejarah, maka dapat kita lihat betapa
perbuatan sang pemimpin menjadi inspirasi bagi orang yang dipimpinnya.
b.
Ing
Madya Mangun Karsa
Ing Madya artinya di
tengah – tengah. Mangun berarti
membangkitkan atau menggugah dan Karsa diartikan sebagai bentuk kemauan
atau niat. Makna dari Ing Madya Mangun
Karsa adalah seseorang di tengah kesibukannya harus juga mampu
membangkitkan atau menggugah semangat.
Ing Madya Mangun Karsa
mengandung arti bahwa seorang pemimpin jika di tengah – tengah pengikutnya
harus mampu memberikan motivasi agar semua bisa mempersatukan semua gerak dan
perilaku secara serentak untuk mencapai tujuan bersama.
Ajaran
kedua ini sarat dengan makna kebersamaan, kekompakan dan kerja sama. Seorang
pemimpin tidak hanya melihat kepada orang yang dipimpinnya, melainkan ia juga
harus berada di tengah – tengah orang yang dipimpinnya. Maka sangat tidak
terpuji bila seorang pemimpin hanya diam dan tak berbuat apa – apa, sedangkan
orang yang dipimpinnya (anggota kelompoknya atau organisasinya) menderita.
Pemimpin yang dapat bekerja sama dengan orang – orang yang dipimpinnya yang
berada di tengah – tengah kelompoknya dan secara kooperatif berusaha bersama
sambil membantu dan mendorong mereka.
c.
Tut
Wuri Handayani
Tut
Wuri artinya mengikuti dari belakang dan handayani berarti memberikan dorongan
moral atau dorongan semangat. Sehingga artinya Tut Wuri Handayani ialah seseorang harus memberikan dorongan
moral dan semangat kerja dari belakang. Tut Wuri Handayani berarti bahwa
pemimpin harus sanggup memberi kemerdekaan kepada para pengikutnya dengan
perhatian sepenuhnya untuk memberikan petunjuk dan pengarahan jika kemerdekaan
yang diberikan akan membahayakan dari para anggota.
Kemerdekaan diberikan pemimpin melalui
tanggung jawab kepada yang dipimpin, memberikan kesempatan kepada mereka untuk
memperlihatkan kemampuannya dan sebagai pemimpin ia berdiri dibelakang, tetap
waspada dan sikap turun tangan jika diperlukan.
Berdasarkan penjabaran konsep trilogi Ki
Hadjar Dewantara di atas maka untuk mempermudah dalam memahaminya dapat dibuat
bagan sebagai berikut.
2.
Dasar
Pemikiran
Timbulnya
pendidikan dan pengajaran secara barat pada jaman VOC. Sesudah VOC jatuh,
kekuasaan diambil oleh pemerintah Belanda. Pada awal abad ke 19 pemerintah
Belanda mulai menyelenggarakan sekolah – sekolah bagi bangsa kita. Maksud dari
pemerintah Belanda mendirikan sekolah tidak untuk kebutuhan rakyat, tetapi
untuk memenuhi tenaga terampil bangsa Belanda. Secara singkat dapat dikatakan
bahwa tujuan dan maksud adanya pendidikan dan pengajaran waktu itu hanya
diarahkan kepada pendidikan pegawai.
Masa
penjajahan Belanda, pengajaran yang diterima oleh para anak- anak sangat kurang
dan sangat mengecewakan sebagai alat pendidikan masyarakat. Anak – anak yang
belajar di HIS (Hollands Inlandse School) yang merupakan sekolah rakyat Belanda
untuk anak – anak Indonesia dengan bahasa pengantar Belanda, dididik menjadi
seperti Belanda. Setiap hari, mereka membaca cerita bermacam – macam buku
Belanda. Setiap kali mereka membaca atau mengarang cerita mengurangi
kepercayaan dan kebanggaannya terhadap masyarakat sendiri. Jika anak – anak
setiap hari dididik demikian, niscaya mereka tidak suka lagi hidup seperti
masyarakatnya, kemudian karena kepandaiannya kurang maka jatuhlah pada jurang
perbudakan. Hal ini jelas bahwa pendidikan Belanda memaksa anak – anak untuk
menjadi apa yang mereka inginkan sehingga tidak dapat tumbuh sesuai dengan
kodratnya.
Pendidikan
HIS bagi anak – anak menimbulkan sikap individualisme dan juga membelandakan
serta menjadikan mereka kaum budak. Sistem Belanda ini tidak cocok jika
diterapkan di Indonesia karena tidak sesuai dengan kultur masyarakat Indonesia.
Masa
kecil Ki Hadjar Dewantara hidup di tengah – tengah masyarakat yang menderita
dan mengalami penindasan. Kondisi inilah yang memaksanya untuk berfikir lebih
jauh tentang pendidikan rakyat. Beliau merefleksikan pengalaman – pengalaman
tersebut dalam konsep ajaran yang penuh dengan ajaran yang demokrasi. Ajaran Ki
Hadjar Dewantara beraneka ragam, ada yang sifatnya konsepsional, petunjuk
operasional, fatwa, nasehat dan sebagainya. Banyak hal yang sifatnya
konsepsional yang dapat ditemukan pada bidang – bidang yang sesuai dengan
predikatnya. Di bidang kepemimpinan Ki Hadjar Dewantara mempunyai konsep Ing Ngarsa Sung Tuladha, IngMadya Mangun
Karsa Tut Wuri Handayani yang
sudah mendapat pengakuan (legitimasi) dari masyarakat dengan sebutan Trilogi
Kepemimpinan Ki Hajar Dewantara.
3.
Tujuan
a. Mencapai
hidup tertib dan damai
Manusia
merdeka lahir dan batin yang dikehendaki adalah individu yang merdeka
perasaannya dan merdeka perbuatannya. Masyarakat tertib damai sebagai tujuan
merupakan salah satu pergaulan hidup manusia yang tata tertib dan teratur.
Tidak hanya dari fisiknya saja yang tenang dan tertib sedangkan jiwanya
tertekan pada kebebasan tetapi tata dan tertib dengan sukarela, tentram dan
damai.
Menurut
faham Taman Siswa masyarakat tertib damai hanya terwujud dalam satu kehidupan
bersama berdasarkan cinta dan kasih sayang antar sesama dalam satu keluarga,
yang sama hak dan kewajiban, sama derajat dan martabatnya merasakan
kemanusiaan, sama merata merasakan rejeki kemurahan Tuhan.
Tertib
yang sebenarnya tidak akan ada jika tidak ada damai antara manusia itu, hanya
mungkin ada dalam keadilan sosial sebagai wujud berlakunya kedaulatan adab
kemanusiaan yang menghilangkan segala rintangan manusia terhadap sesamanya
dalam syarat – syarat kehidupannya serta menjamin tertibnya syarat hidup lahir
batin, sama rata dan sama rasa.
b. Membentuk
manusia yang merdeka
Sistem
yang diterapkan oleh Belanda yaitu sistem regering, tucht en orde ini terdapat
keganjilan. Terutama dalam prakteknya dimana anak dijadikan budak yang bisa
mereka atur sekehendak mereka. Maka didikan yang sedemikian itu sebagai
perkosaan atas kehidupan batin anak sehingga budi pekertinya rusak disebabkan
selalu hidup di bawah paksaan dan hukuman yang biasanya tidak setimpal dengan
kesalahannya. Kalau meniru cara seperti Belanda tidak akan bisa membentuk orang
yang mempunyai kepribadian.
Sistem
among Ki Hadjar Dewantara pada hakekatnya merupakan sikap kepemimpinan yang
dapat memberdayakan sumber daya manusia (SDM). Pamong disini membimbing yang
didasari kasih sayang dengan memperlakukan orang yang sebagaimana mestinya dan
memberi kebebasan untuk berkembang sesuai kodratnya.
Ki
Hadjar Dewantara menawarkan konsep trilogi kepemimpinannya yang bersifat
memanusiakan manusia dengan cara membentuk karakter pribadi (berakhlak mulia)
untuk dapat menjadi teladan, keterampilan pemimpin untuk dapat membangun
semangat kemauan dan selanjutnya dapat mendorong dengan memerdekakan anak didik
untuk berkreatifitas dengan tetap memberi kekuatan.
Ki
Hadjar Dewantara memberi kiasan pamong itu bertindak atau bersikap sebagai seorang
juru tani terhadap tanaman peliharaannya. Paomng hakekatnya sama kewajibannya
dengan seorang petani yang menanam padi, hanya dapat menuntun tumbuhnya padi.
Ia dapatmemperbaiki tanahnya, memelihara tanamannya, memberi pupuk dan air,
memusnahkan ulat – ulat atau jamur yang mengganggu hidup tanamannya. Tetapi
walaupun ia dapat memperbaiki pertumbuhan tanamannya, ia tidak akan dapat
mengganti kodrat – kodartnya padi. Misalkan ia tidak akan bisa menjadikan padi
yang ditanamnya tumbuh sebagai jagung atau harus berbuah di dalam 3 bulan. Pak tani harus takluk pada kodratnya padi.
Memang benar, ia dapat memperbaiki keadaannya bahkan ia dapat juga menghasilkan
tanamannya lebih besar dari pada tanamannya yang tidak dipelihara akan tetapi
mengubah kodrat padi itu mustahil.
Pandangan
Ki Hadjar Dewantara terhadap pamong yang diilustrasikan sebagai juru tani
mengimplisitkan landasan tugas pamong adalah mengacu kepada pemulihan harkat
dan martabat manusia (anak) dan diarahkan kepada bakat dan kodratnya. Hal ini
berarti bahwa pamong bersikap menuntun dan memberikan kebebasan kepada anak
untuk mengembangkan kreatifitas yang memberikan faedah bagi tumbuhnya anak.
4.
Prinsip
Trilogi Ki Hajar Dewantara
a. Prinsip
Keteladanan
Yang
dimaksud keteladanan yaitu setiap saat atau setiap kesempatan menjadi contoh
atau suri tauladan. Pamong senantiasa diharapkan untuk selalu bertutur kata dan
bertingkah laku baik untuk menjadi panutan bagi orang yang dipimpinnya.
Prinsip
ini memandang bahwa Kepala Sekolah/pamong sebagai orang yang wajib digugu
(dipatuhi) dan ditiru (diteladani) tidak diragukan keberadaannya. Ki Hadjar
Dewantara mengingatkan pula bahwa di dalam hal laku pendidikan termasuk syarat
yang berat. Pamong harus menguasai diri sendiri serta mengatur hidupnya untuk
dapat dicontohkan oleh orang – orang yang ada di bawah pimpinannya.
Memang
ada suatu kenyataan bahwa orang banyak/massa itu sebenarnya selalu membutuhkan
tuntunan dari seorang pemimpin yang ditaati dan dipatuhi. Keteladanan ini
diibaratkan dalam peribahasa Belanda yang berbunyi Woorden wekken, voorbeelden
trekken yang mempunyai arti kata – kata itu menyadarkan, contoh – contoh
teladan itu menarik. Hal ini memberikan pengertian bahwa tingkah laku dan sikap
yang dilakukan oleh pemimpin lebih berarti dan lebih diperhatikan oleh
bawahannya daripada nasehat yang selalu diucapkannya.
Dalam
prinsip pemberian contoh atau teladan, secara tidak langsung sangat menuntun
dan mengandalkan aspek kepribadian Kepala Sekolah (pamong). Menjadi contoh
menuntut konsekuensi yang lebih berat daripada sekedar memberi contoh. Prinsip
ini sesuai dengan salah satu dari Trilogi Ki Hadjar Dewantara yakni Ing Ngarsa
Sung Tuladha.
b. Prinsip
partisipasi
Dalam
suatu kepemimpinan, masalah partisipasi setiap staf pada setiap usaha lembaga
dipandang sebagai kepentingan yang mutlak. Pemimpin dengan berbagai usaha
mencoba membangkitkan kesadaran setiap stafnya agar mereka merasa dan rela ikut
bertanggungjawab dan selanjutnya aktif ikut serta dalam pelaksanaan program
pendidikan. Berhasilnya pemimpin dalam menimbulkan minat, kemauan dan kesadaran
bertanggungjawab pada setiap staf akan meningkatkan partisipasi mereka.
Ki
Hadjar Dewantara mengajarkan dengan Tringa yaitu ngerti – ngrasa – nglakoni
(mengerti, merasakan dan melakukan). Setiap cita – cita kita diperlukan
pengertian, kesadaran dan kesungguhan dalam pelaksanaannya, tahu dan mengerti
saja tidak cukup dan tidak ada artinya kalau tidak dilaksanakan dan
memperjuangkannya. Pemimpin dituntut untuk ikut aktid tidak hanya menyuruh
orang yang dipimpinnya.
Kepala
Sekolah harus mendorong keterlibatan semua pihak yang terkait dalam setiap
kegiatan sekolah. Selanjutnya jika mereka menunjukan partisipasi secara aktif,
berarti satu fungsi kepemimpinan telah dapat dilaksanakannya dengan baik, hal
ini berarti sesuai dengan Ing Madya Mangun Karsa.
c. Prinsip
kooperatif
Adanya
partisipasi dari para staf belum berarti bahwa kerja sama diantara mereka telah
terjalin dengan baik. Kerja sama merupakan interaksi sosial antara individu
atau kelompok yang secara bersama – sama mewujudkan kegiatan untuk mencapai
tujuan bersama. Kerja sama itu tidak hanya berlangsung antara orang – orang
yang berada dalam lembaga atau sekolah tetapi juga diperluas dengan mereka yang
berada di luar lembaga, yang ikut berkepentingan untuk keberhasilan program
pendidikan.
Di
dalam prinsip ini Kepala Sekolah harus mementingkan kerja sama dengan staf dan
pihak lain dalam melaksanakan kegiatan sekolah. Hal ini merupakan buah dari Ing
Madya Mangun Karsa.
d. Prinsip
kebebasan
Pamong
memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk membuat keputusan sesuai dengan
hasrat dan kehendaknya, sepanjnag hal itu masih sesuai dengan norma – norma
yang wajar dan tidak merugikan siapapun. Bila pelaksanaan kebebasan tersebut
ternyata menyimpang dari ketentuan yang seharusnya, seperti melanggar peraturan
atau hukum masyarakat yang berlaku dan bisa merugikan pihak lain atau diri
sendiri maupun warga masyarakat lingkungannya maka pamong harus bersikap
handayani.
Ki
Hadjar Dewantara juga memberikan contoh yang sangat sederhana mengenai pelaksanaan
kebebasan yang dimisalkan dengan radio. Setiap orang boleh memiliki radio,
boleh membunyikan dan memilih acara yang disukainya. Namun harus ingat kepada
kepentingan orang lain, yaitu tidak menyembunyikan dengan suara keras yang
memecahkan telinga. Apalagi kalau ada tetangga atau orang lain yangs edang
tidur, istirahat dan sebagainya yang memerlukan suasana tenang.
Dengan
demikian kebebasan diri juga berarti dapat memelihara kebebasan orang lain,
tidak menyusahkan atau merepotkan orang lain. Batas kebebasan itu diatur oleh
norma – norma masyarakat, nilai peraturan – peraturan dan hukum yang berlaku
wajib ditaati. Hal ini berarti manusia bebas harus dapat mengendalikan diri,
tepo selira dan mengatur diri sendiri secara disiplin mematuhi segala peraturan.
Prinsip ini sesuai dengan konsep Tut Wuri Handayani.
5.
Fungsi
trilogi Ki Hajar Dewantara
a. Mengganti
sistem pendidikan barat
Untuk
mengganti sistem pendidikan yang dilaksanakan oleh Kolonial Belanda maka Ki hadjar
Dewantara menyumbangkan hasil pemikirannya yang bercorak demokrasi dengan
semboyan Ing Ngarsa Sung Tuladha Ing Madya Mangun Karsa Tut Wuri Handayani yang
dikenal dengan Trilogi Kepemimpinan Ki Hadjar Dewantara.
Trilogi
kepemimpinan diharapkan dapat mengganti sistem Belanda yang mendidik dengan
memaksa seperti majikan dengan budak, tanpa mengetahui kemampuan individu
sehingga tidak dapat mengembangkan kreatifitas yang dimiliki. Sistem Belanda
yang tidak sesuai dengan kultur di Indonesia memang seharusnya dihilangkan.
b. Sebagai
sarana mengembangkan potensi kodrati anak
Konsep ini menjaga
kelangsungan kehidupan batin si anak dan tidak ada paksaan, tetapi juga tidak
membiarkan anak – anak. Pamong harus mengamati agar anak – anak tumbuh menurut
kodratnya. Setiap anak pasti mempunyai potensi yang tertanam pada masing –
masing individu yang digali untuk dapat dikembangkan. Melalui Trilogi Ki Hadjar
Dewantara pengembangan potensi dapat dikembangkan dengan memberi motivasi (Ing
madya Mangun Karsa) dan kebebasan untuk hidup mandiri (Tut Wuri Handayani).
C.
Implementasi
Trilogi Ki Hajar Dewantara dalam Kepemimpinan Kepala Sekolah
1.
Implementasi
Ing Ngarsa Sung Tuladha
Karena
seorang pemimpin hakikatnya harus bisa berperilaku Ing Ngarsa Sung Tuladha,
maka ia merupakan tokoh panutan. Untuk itu pemimpin harus mempunyai nilai lebih
dari pada pengikutnya atau kelompok masyarakat yang dipimpinnya. Hal ini sangat
penting agar ia mampu melaksanakan tugas selaku pemimpin.
Keteladanan
kepala sekolah merupakan karakter/kepribadian yang dimiliki kepala sekolah dan
dapat memberi contoh serta dapat dijadikan salah satu pijakan oleh warga
sekolah untuk melakukan sesuatu. Semua tingkah laku dan sikap yang dilakukan
kepala sekolah sangat berpengaruh terhadap sikap karyawan, pamong dan siswa
sehingga kepala sekolah harus bisa menjaga kepercayaan terhadap dirinya. Adapun
contoh keteladanan kepala sekolah adalah :
a. Tanggung
Jawab
Tanggung
jawab merupakan sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan
kewajiban yang seharusnya dilakukan.
Sikap tanggung jawab kepala sekolah tercermin ketika sedang ada kegiatan
di luar sekolah, selalu menyempatkan waktunya walaupun hanya sebentar datang ke
sekolah untuk melihat dan memastikan bahwa tidak ada masalah di sekolah.
b. Keteladanan
Suatu
sikap yang dilakukan oleh seseorang yang dapat dicontoh oleh orang lain. Kepala
sekolah merupakan orang yang jujur terutama masalah keuangan. Kepala sekolah
selalu transparan dan selalu membuat laporan keuangan bulanan yang disusun
dalam satu tahun. Dalam laporan tersebut tercantum transaksi dan penerimaan
dana dan keadaan keuangan. Laporan keuangan ini disampaikan juga kepada wali
murid pada awal tahun ajaran baru.
Pemimpin
yang baik harus taat dan rajin beribadah. Kepala sekolah melakukan sholat
berjama’ah dengan pamong dan siswa – siswinya.
c. Mendengarkan
Orang Lain
Sikap
mendengarkan orang lain merupakan sikap menghargai pendapat atau saran orang
lain. Sikap ini dimiliki kepala sekolah
yang dapat dilihat ketika kepala sekolah mengadakan rapat yang dilaksanakan
setiap bulan sekali. Dalam rapat kepala sekolah selalu memberikan kesempatan
bagi anggota rapat yang ingin memberikan usulan, sharing, ataupun memberikan
masukan terhadap permasalahan yang ada di sekolah. Di luar jam sekolah, kepala
sekolah selalu membuka waktu jika ada pamong atau siswa yang ingin meminta
bantuan atau menyampaikan permasalahan melalui alat komunikasi.
2.
Implementasi
Ing Madya Mangun Karsa
Ing
Madya Mangun Karsa mengandung arti bahwa seorang kepala sekolah jika berada di
tengah – tengah pengikutnya, harus mampu memberikan motivasi agar semua bisa
mempersatukan semua gerak dan perilaku secara serentak untuk mencapai tujuan
bersama.
Kepala
sekolah merupakan motor penggerak bagi sumber daya sekolah (guru, karyawan dan
siswa). Jika motivasi kerja yang diberikan tinggi maka produktivitas juga
tinggi begitu juga jika motivasi kerja rendah maka produktivitas yang
dihasilkan akan rendah. Jadi, kepala sekolah harus mempunyai motivasi yang
tinggi sehingga diharapkaan mampu menjadi orang yang memberikan semangat kepada
sumber daya sekolah.
Kepala
sekolah dalam rangka membangun kehendak pamong, karyawan dan siswa
diimplementasikan dengan :
a. Memberdayakan
staf
Pemberdayaan
staf dilakukan kepala sekolah untuk menciptakan rasa nyaman dalam bekerja .
b. Memberikan
layanan prima
Kepala
sekolah memberikan layanan yang cukup menarik agar dapat menumbuhkan
kepercayaan siswa untuk belajar di sekolah yang dipimpinnya.
c. Fokus
pada peserta didik
Dengan
cara mencukupi sarana dan prasarananya, memberikan layanan kesehatan dan
memperhatikan motivasi belajar.
3.
Implementasi
Tut Wuri Handayani
Tut
Wuri artinya mengikuti dari belakang dan Handayani berarti memberikan dorongan
moral atau dorongan semangat. Sehingga artinya Tut Wuri Handayani ialah
seseorang harus memberikan dorongan moral dan semangat kerja dari belakang.
Maksud
dari Tut Wuri Handayani adalah kepala sekolah harus memberikan kebebasan kepada warganya untuk dapat mengembangkan
kreatifitasnya dan memberi pengarahan jika diperlukan. Kebebasan kepala sekolah
diberikan untuk semua warga sekolah yang dipimpinnya. Kepala sekolah
mengimplementasikan melalui pendelegasian tugas dan kewenangan kepada masing –
masing staf dan siswa.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kepemimpinan
adalah kemampuan menggerakkan, memberi motivasi dan mempengaruhi orang – orang
agar bersedia melakukan tindakan – tindakan yang terarah pada pencapaian tujuan
melalui keberanian mengambil keputusan tentang kegiatan yang harus dilakukan. Persyaratan-persyaratan
tersebut adalah sebagai berikut: Rendah hati dan sederhana, Bersifat suka
menolong, Sabar dan memiliki kestabilan emosi, Percaya kepada diri sendiri,
Jujur, adil dan dapat dipercaya Keahlian dalam jabatan.
Trilogi
Ki Hadjar Dewantara Ing Ngarso Sung Tuladha secara harfiah
berarti bahwa pemimpin yang berada di depan hendaknya memberi contoh. Ing Madya artinya di tengah – tengah. Mangun berarti membangkitkan atau menggugah dan Karsa . Tut Wuri artinya
mengikuti dari belakang dan handayani
berarti memberikan dorongan moral atau dorongan semangat.
Implementasi
Trilogi Ki Hadjar Dewantara dalam Kepemimpinan Kepala Sekolah. Implementasi Ing
Ngarsa Sung Tuladha. tanggung jawab kepala sekolah tercermin ketika sedang ada
kegiatan di luar sekolah, selalu menyempatkan waktunya walaupun hanya sebentar
datang ke sekolah untuk melihat dan memastikan bahwa tidak ada masalah di
sekolah. Kepala sekolah Kepala sekolah selalu transparan. menghargai pendapat
atau saran orang lain. Implementasi Ing
Madya Mangun Karsa Kepala memberikan
motivasi kerja yang diberikan tinggi maka produktivitas juga tinggi. Implementasi
Tut Wuri Handayani kepala sekolah harus memberikan kebebasan kepada warganya untuk dapat mengembangkan
kreatifitasnya dan memberi pengarahan jika diperlukan.
DAFTAR PUSTAKA
Dewantara. Ki
Hajar Pendidikan.
Dewantara.
Asas – Asas dan Dasar – Dasar Taman Siswa.
Yogyakarta: MLPTS. 1990.
Suhono,
Anton. Sistem Pguron Taman Siswa bagi
Suatu Bentuk Altrnatif terhadapTantangan dan Tentangan Sistem Pendidikan
Kolonial dalam buku 60 tahun Taman Siswa. Yogyakarta. Percetakan Taman
Siswa. 1982
Wiryosentono,
Moesman. Pengembangan Ajaran Hidup Ki
Hajar Dewantara, dalam buku Ki Hajar Dewantara dalam pandangan.
Tim Dosen
Administrasi Pendidikan UPI. 2014. Manajemen
Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar